Ana Yuliastanti
11 Juli 2025
Shutterstock

Iklan Makanan Tidak Sehat di Sosial Media Pemicu Obesitas Anak

Di Asia Timur dan Pasifik, jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan terus meningkat dalam dua dekade terakhir. Fenomena ini juga ditemui di Indonesia. Di Indonesia, 1 dari 5 anak usia 5–12 tahun dan 1 dari 7 remaja usia 13–18 tahun mengalami kelebihan berat badan dan obesitas pada tahun 2023.



Mengapa hal ini terjadi? emicu utamanya adalah konsumsi makanan tidak sehat yang sayangnya, saat ini sangat mudah ditemukan. Makanan tidak sehat umumnya murah, mudah diakses, dan dipromosikan secara masif.

Ditambah anak-anak jaman sekarang juga memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik karena kurangnya ruang atau waktu yang mendukung.

Baca juga: Kebutuhan Nutrisi Anak Generasi Alpha untuk Optimalkan Perkembangan Otaknya


Survei Unicef: Iklan Makanan sangat Berpengaruh

Melihat tren ini, maka Unicef melakukan penelitian untuk melihat sejauh mana pemasaramn makanan tidak sehat berdampak pada angka obesitas pada anak. Penelitian ini melibatkan remaja berusia 14-24 tahun dan pemuda usia lanjut (20-29 tahun) yang sebagian besar tinggal di perkotaan dan pinggiran kota.



Ternyata, 43% anak muda memutuskan membeli makanan tidak sehat karena tergiur penampilan, aroma, dan penyajian makanan. Sedangkan 13% lainnya menentukan pilihan makanan karena mudah ditemui.



Apakah mereka mempertimbangkan nilai gizi? Ternyata, harga murah lebih penting daripada kandungan gizi. Apalagi jika ada promo porsi besarBerdasarkan hasil survei, anak mudah kebanyakan melihat iklan makanan dari media sosial seperti Instagram dan Tiktok. Sayangnya, lebih dari 50% iklan makanan tersebut adalah makanan tidak sehat.



Studi ini menunjukkan bahwa iklan memiliki pengaruh kuat terhadap keputusan anak muda dalam memilih makanan yang akan dibeli.

Anak-anak sangat Berisiko

Iklan makanan tidak sehat di media sosial juga diakses oleh anak-anak. Media sosial, dengan lebih dari 4 miliar pengguna secara global, menawarkan jangkauan yang sangat besar, terutama untuk anak-anak. Bahkan menurut Unicef, iklan digital berdampak pada anak-anak lebih kuat dibandingkan media tradisional – karena keterbatasan kemampuan mereka dalam mengenali maksud persuasif.

Anak –anak Indonesia kemungkinan besar terpapar pemasaran makanan tidak sehat dalam jumlah besar secara daring (online)

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, dalam smeinar Diseminasi Hasil Studi ‘Pemasaran Makanan yang Tidak Sehat’ di Jakarta, 10 Juli 2025 menjelaskan, perlu strategi dari segala lini sebelum persoalan obesitas ini semakin sulit ditangani.

Obesitas, jelas dr. Nadia, tidak hanya memicu penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan penyakit metabolik lainnya, namun juga membawa dampak kerugian sosial yang besar di masa depan.

Biaya sosial ini termasuk biaya tidak langsung akibat berkurangnya produktivitas. Koniosi ini kemudian menjadi beban pembiayaan negara. Oleh karena itu kita tidak seharunysa membiarkan hal initerjadi dengan melakukan pencegahan sejak ini,” jelas dr. Nadia.

Program Kementerian Kesehatan untuk pengendalian obesitas dan penyakit tidak menular mengacu pada PP No. 28 th 2023 yang sudah mengatur tentang pengendalian konsumsi gula garam dan lemak, kemudian memperkuat edukasi sampai regulasi untuk pangan olahan termasuk pembatasan iklan dan pemasaran, dan juga penerapan cukai pangan olahan dan pangan kemasan.

Namun menurut Unicef, regulasi yang ada saat ini belum cukup memadai. Banyak produk yang dipasarkan untuk anak-anak melebihi ambang batas gizi WHO, menimbulkan risiko bagi kesehatan anak. Pemasaran digital masih diatur secara terbatas, dengan banyak pelanggaran yang terjadi dan penegakan hukum yang masih lemah. Kurangnya model profil gizi (NPM) untuk memandu regulasi pemasaran pangan.



Unicef merekomendasikan adanya peraturan wajib untuk membatasi pemasaran makanan tidak sehat di semua media, termasuk platform digital. Selain itu pemerintah perlu segera mengadopsi model profil gizi (NPM) nasional untuk menentukan produk mana yang dapat dipasarkan kepada anak-anak, yang selaras dengan standar WHO.

Terakhir, dengan memperkuat pemantauan dan penegakan hukum dengan mengacu pada praktik terbaik global (misalnya, pelarangan terbaru pemasaran makanan tidak sehat terhadap anak-anak di Inggris dan Norwegia). Jadikan sektor swasta bertanggung jawab mengingat regulasi mandiri saja tidak cukup.


  • # Obesitas
  • # Anak
  • # Nutrisi