Ana Yuliastanti
08 Desember 2021
pexels

Ancaman Pandemi Belum Berakhir, Penderita Diabetes Tetap Harus Jaga Kondisi!

Informasi kesehatan ditinjau dan diedit oleh
dr. William

 

Penyandang diabetes melitus adalah kelompok yang mungkin mengalami komplikasi serius akibat COVID-19. Meskipun cakupan vaksin sudah cukup luas dan pandemi sedikit terkendali, namun orang dengan diabetes tidak boleh lengah. Apalagi muncul varian baru omicron yang belum jelas apakah bisa ditangkal dengan vaskin yang sudah ada. 

 

Selain itu, kebijakan PPKM Level 3 di akhir tahun pun dibatalkan oleh pemerintah, yang artinya pembatasan mobilitas orang menjadi tidak terlalu ketat. Lengah, bukan kata yang tepat buat kita semua, terlebih pada orang dengan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, atau mereka dengan daya tahan tubuh lemah.

 

Baca juga: Perbaiki Pola Makan untuk Prediabetes, Jangan Mager Habis Makan!

 

Menjaga Kondisi Selama Pandemi Penting Bagi Diabetesi

Secara umum, penyandang diabetes lebih cenderung memiliki gejala dan komplikasi yang lebih parah ketika terinfeksi virus apa pun. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta menunjukkan bahwa pasien dengan DM memiliki kemungkinan mendapat perawatan intensif lebih dari 2,5 kali dibandingkan populasi tanpa DM.

 

Kematian/mortalitas pada pasien DM memiliki kemungkinan meningkat 2,5 kali dibandingkan pasien tanpa DM. Bulan lalu, dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia yang jatuh pada 14 November, Good Doctor mengadakan  webinar #GoodKnowledgeGoodHealth bekerja sama dengan LSPR Communication & Business Institute tentang pentingnya penderita diabetes menjaga kesehatan selama pandemi. 

 

Dr. Rulli Rosandi, SpPD-KEMD, spesialis penyakit dalam di Good Doctor menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan penyandang diabetes untuk menjaga kesehatan selama pandemi. Berikut ini di antaranya:

 

 

1. Pengaturan Pola Makan dan Aktivitas Fisik

Menurut dr. Rulli, perjalanan diabetes melitus tipe 2 membutuhkan waktu yang lama. Awalnya, gula darah normal. Akibat gaya hidup tidak sehat, maka terjadi keadaan intoleransi glukosa sehingga menyebabkan kondisi yang disebut prediabetes. Dalam 5-10 tahun ke depan, prediabetes yang tidak diintervensi akan menjadi diabetes, dan diabetes yang tidak dikendalikan akan menyebabkan berbagai komplikasi, kecacatan, dan kematian.

 

"Seperti diabetes yang ada perjalanannya, pencegahannya pun ada tahapannya," jelas dr. Rulli. Pada orang dengan prediabetes, dilakukan pencegahan primer. Orang yang gula darahnya meningkat, tidak normal lagi, tetapi belum diabetes, ada kemungkinan bisa kembali normal.

 

"Namun, kalau sudah DM tipe 2, maka panahnya ke arah kanan, sangat sulit untuk berbalik ke belakang. Oleh karena itu, lakukan pola hidup sehat dengan mulai berolahraga, kurangi berat badan jika kegemukan, dan perbanyak makan sayuran dan buah-buahan,” tegasnya.

 

Tujuan memperbaiki pola makan dan aktivitas fisik adalah menurunkan kelebihan berat badan. Hubungan kegemukan dan diabetes sebenarnya sudah dibicarakan sejak 100 tahun lalu dalam The Journal of the American Medical Association 8 Januari 1921.

 

Artikel itu menyatakan bahwa kegemukan merupakan predisposisi untuk diabetes. Dr. Rulli menjelaskan, “Peningkatan berat badan merupakan pintu masuk untuk diabetes. Kalau sudah kegemukan, ada kawannya, yaitu hipertensi, kolesterol, dan diabetes. Keempat unsur itu merupakan sindroma metabolik dengan obesitas yang menjadi bosnya. Kalau ada orang diabetes, pasti ada kolesterolnya, kalau ada kolesterolnya pasti tekanan darahnya tinggi. Semuanya berawal dari obesitas atau peningkatan berat badan.”

 

Dr. Rulli melanjutkan, studi-studi besar telah menunjukkan bahwa pencegahan diabetes dengan lifestyle modification, atau perubahan gaya hidup, yakni menjaga asupan makanan dan berolahraga 150 menit per minggu atau 30 menit per hari sudah terbukti efektif.

 

2. Pengobatan

Perubahan gaya hidup adalah terapi yang paling diutamakan untuk mencegah diabetes. Bahkan, menurut dr. Rulli, obat-obatan yang diberikan untuk prediabetes pun kalah ampuh dibandingkan dengangaya hidup yang termonitor, terutama aktivitas fisik.

 

“Aktivitas fisik yang teratur akan memperbaiki resistensi insulin. Resistensi insulin membaik, obesitas menurun. Obesitas menurun, hipertensi menurun, kolesterol menurun, risiko thrombosis menurun, dan peradangan sistemik menurun. Artinya, dengan beraktivitas fisik secara reguler, ada banyak manfaat positif yang kita peroleh,” jelasnya. 

 

Sedangkan bagi yang sudah didiagnosis dengan diabetes, selain menjalankan gaya hidup sehat, obat penurun gula darah harus diminum atau disuntikkan teratur.  Namun, karena tipe diabetes beragam, maka pengobatannya pun beragam.

 

“Jadi, tidak bisa menyamaratakan diabetes dengan satu atau dua macam obat saja. Tipe orang dengan diabetes mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Obat yang cocok untuk A belum tentu cocok untuk B atau C," jelas dr. Rulli.

 

Ada dua bentuk obat diabetes, yaitu obat oral dan injeksi. Untuk injeksi berupa insulin atau GLP-1 RA. Dr. Rulli mengatakan, GLP-1 disuntikkan seminggu sekali bisa mengontrol/mengendalikan gula darah. Hanya syaratnya, membutuhkan insulin dalam tubuh dengan kondisi baik. Sedangkan obat oral pun bermacam-macam golongannya, dan "Pemilihan terapi diabetes sebaiknya berdasarkan pertimbangan dari dokter,” tegas Dr. Rulli.

Nah, Diabestfriend, tetap disiplin menjaga kesehatan ya. Semoga badai Covid-19 tidak akan meningkat kembali. 

 

  • # Diabetes
  • # TD Prediabetes
  • # TD Nutrisi dan Kebugaran
  • # COVID-19