Sehat Saja Belum Cukup, Konsumen Mulai Menuntut Bisnis Syariah
Sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, konsumen di Indonesia menuntut banyak produk memiliki sertifikat halal. Tidak hanya makanan, produk kesehatan, dan layanan jasa saja yang harus sudah memiliki sertifikat halal. Konsumen sekarang pun mulai menuntut sistem bisnis yang halal atau Syariah. Maksud dari sistem bisnis atau penjualan yang Syariah misalnya, tidak mengandung riba, materi iklannya pun tidak menyerempet hal-hal yang diharamkan, atau saat penyelenggaraan event, bebas dari makanan dan minuman haram.
Hal itu dipaparkan oleh KH. Dr. Moch Buchori Muslim, Lc., MA dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam acara Halal Bihalal bersama Media yang diselenggarakan Herbalife di Jakarta, 24 April 2025. Salah satu model bisnis yang mulai dipertanyakan kehalalannya adalah bisnis MLM (Multi Level Marketing).
Apakah MLM Haram?
Secara umum, bisnis MLM (Multi Level Marketing) bisa dianggap halal atau haram tergantung pada beberapa faktor utama, termasuk sistem pemasaran yang digunakan dan produk yang dijual. MLM yang menerapkan sistem piramida atau ponzi, atau yang mengutamakan keuntungan dari rekrutmen anggota baru (referral) daripada penjualan produk, cenderung dianggap haram karena mengandung unsur gharar (spekulasi) dan riba (riba fadhl dan nasi'ah). Namun, MLM yang fokus pada penjualan produk halal dan komisi yang diperoleh murni dari penjualan tersebut, bisa dianggap halal.
Jika dicermati dengan sungguh-sungguh alur pemasaran Multi-level Marketing (MLM), maka sebenarnya hampir tidak ada beda antara MLM dengan money game atau skema Ponzi. Masing-masing menyerupai bangunan piramida di mana bagian atas merupakan upline dan bagian yang melebar adalah downline. Akan tetapi, upline dan downline bukanlah illat keharaman dalam suatu praktik muamalah.
KH Buchori menegaskan, kebolehan menarik anggota juga bukan merupakan illat keharaman. Illat keharaman sesungguhnya dari praktik MLM yang masuk kelompok money game dan diharamkan adalah passive income berupa bonus yang diperoleh tidak berdasarkan akad prestasi dalam kerja atau capaian target kerja.
"Beberapa negara mengharamkan konsep ponzi atau MLM. Tapi di menurut DSN-MUI MLM ini adalah penjualan langsung dan sudah dibuatkan 12 kriteria. Dan yang paling urgent terkait MLM dianggap haram karena dianggap downline ini memperkaya upline. Tapi menurut DSN, selama tidak ada penyetoran uang ke atas maka diperbolehkan. Prinsip DSN untuk asosiasi penjualan langsung (organisasi yang membawahi bisnis MLM) adalah tidak saling menzholimi," papar Buchori.
Bisnis Syariah Makin Dicari
KH Buchori melanjutkan, UU Halal tahun 2017 merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH dibuat karena saat itu mulai muncul kebutuhan akan sertifikasi halal untuk produk yang digunakan masyarakat.
"Berlanjut sampai awal tahun 90-an mulai ada tuntutan pendirian bank syariah karena pengaruh dari negara Islam lainnya. Sekarang bisnis syariah sudah seperti gaya hidup yang merambah semua bisnis," jelas Buchori.
Director & General Manager PT Herbalife Indonesia, Oktrianto Wahyu Jatmiko menceritakan, sebagai perusahaan yang memasarkan produk suplemen kesehatan asal Amerika Serikat, perjalanan mendapatkan sertifikasi halal dalah tantangan. Menurut Oktarianto, sejak tahun 2019, profuk Herbalife sudah mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM UI dan karena tuntutan masyarakat, Herbalife juga mendaftarkan bisnis perusahaannya sebagai bisnis syariah.
“Sertifikasi Syariah didapatkan pada 19 Maret tahun inim merupakan tonggak penting dalam perjalanan Herbalife Indonesia untuk menyediakan solusi nutrisi terpercaya yang sesuai dengan nilai-nilai Syariah bagi masyarakat Indonesia. Ini adalah bukti komitmen kami untuk memenuhi kebutuhan konsumen Muslim di Indonesia serta memberikan jaminan bahwa seluruh operasional bisnis kami telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Oktrianto menjelaskan bahwa Sertifikasi Syariah ini melengkapi Sertifikasi Halal yang telah diperoleh sebelumnya untuk seluruh produk Herbalife. “Hal ini memberikan jaminan tambahan bagi konsumen di Indonesia bahwa produk Herbalife tidak hanya halal, tetapi juga dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah,” tambahnya.
Sertifikat Syariah dari DSN-MUI diberikan kepada perusahaan yang memenuhi serangkaian persyaratan ketat. Persyaratan ini mencakup kriteria spesifik seperti model bisnis dan pemasaran, kepatuhan produk, sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk makanan, minuman, kosmetik, dan farmasi, serta bukti keanggotaan dalam Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI).
KH Bukhori menjelaskan pentingnya sertifikasi Syariah bagi perusahaan. “Sertifikasi Syariah merupakan langkah positif yang menunjukkan keseriusan Herbalife Indonesia dalam menjalankan bisnis yang bertanggung jawab dan sesuai dengan nilai-nilai universal kebaikan dan keadilan. Sertifikasi ini akan mampu memberikan rasa aman dan kepercayaan bagi seluruh konsumen, tidak hanya Muslim, terhadap produk dan bisnis Herbalife,” tuturnya.
Herbalife Indonesia memasarkan lebih dari 30 produk nutrisi dan kesehatan melalui distributor wirausaha yang memberikan pendampingan secara personal. Dengan diraihnya Sertifikat Kepatuhan Syariah, model bisnis berjenjang, program pemasaran, produk, dan proses distribusi perusahaan telah diakui memenuhi standar Syariah yang ditetapkan oleh DSN-MUI.
"Kami berharap dengan adanya sertifikasi Syariah ini, Herbalife Indonesia dapat terus memberikan kontribusi positif bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, serta menjadi pilihan utama bagi konsumen yang mencari produk nutrisi halal yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah," pungkas Oktrianto.
Referensi:
-
# Makanan
-
# Makanan Sehat