Ana Yuliastanti
27 September 2024
shutterstock

Makan Siang Sehat di Sekolah Terbukti Perbaiki Gizi Anak

Pemerintah mendatang berencana mengadakan program makan siang gratis untuk anak sekolah. Tujuannya untuk perbaikan gizi anak sekolah. Benarkah program makan siang sehat di sekolah ini memiliki dampak langsung pada perbaikan gizi?


PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA), bekerjasama dengan Yayasan Edufarmers bersama Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, Universitas Indonesia (PKGK UI) melakukan studi berupa pemberian makan siang sehat untuk murid sekolah dasar di beberapa wilayah.


Tujuan studi ini untuk mengukur kecukupan gizi anak-anak Indonesia. Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, ahli gizi kesehatan masyarakat PKGK UI menjelaskan, sebanyak lebih dari 1.000 anak sekolah dasar, taman kanak-kanak dan balita mendapatkan makanan bergizi melalui program makan siang sehat yang dilakukan selama 6 minggu, pada Mei-Juni lalu, di 5 kota: Padang, Sragen, Mempawah, Malang dan Makassar.

Baca juga: Dukung Anak Fokus dan Semangat di Sekolah dengan Sarapan Bergizi Lengkap


Jalannya Studi Makan Sehat


Studi ini menguji 3 model pemberian makan bergizi, yakni Ready to Eat (RTE), Ready to Cook (RTC) dan Swakelola (pihak sekolah menyiapkan semuanya mulai dari belanja bahan, memasak, hingga menyajikan). Tujuannya adalah untuk menganilisis efektivitas setiap model sekaligus memantau proses produksi, pemenuhan kebutuhan gizi, hingga distribusinya.


Studi ini disiapkan selama tiga bulan, mulai dari konsep model pemberian makan hingga pemilihan lokasi, sebelum akhirnya disosialisasikan pada awal Mei lalu. Wilayah cakupan studi meliputi daerah sekitar unit operasional JAPFA, yakni SDN 06 Batang Anai di Padang, Sumatera Selatan; SDN 01 Duyungan di Sragen, Jawa Tengah; Posyandu Kecamatan Bululawang di Malang, Jawa Timur; SDN 03 Sungai Pinyuh di Mempawah, Kalimantan Barat; serta SD Bugatun Mubarakah dan TK Asoka di Makassar, Sulawesi Selatan.


Selama 6 minggu berturut-turut, setiap wilayah diuji coba selama 10 hari untuk setiap model pemberian makanan, yang kemudian diukur dan dievaluasi angka kecukupan gizi dan efektivitas pelaksanaannya.


Prof. Fika menjelaskan hasil studi ini. “Dari observasi lapangan, kami menemukan bahwa konsumsi protein hewani masih relatif rendah, kecuali telur. Selain itu, sebanyak 63% siswa tidak terbiasa membawa bekal. Meskipun demikian, status gizi siswa dilihat dari berat dan tinggi badan, tergolong normal berdasarkan standar WHO dan Kemenkes.”


Dari ketiga model pemberian makanan bergizi yang dilakukan, Prof. Fika melanjutkan, model Swakelola memiliki tingkat konsumsi tertinggi diantara siswa dengan persentase 84%, diikuti oleh Ready to Cook (RTC) dengan persentase 83%.


Secara keseluruhan, jumlah anak dengan status gizi buruk/kurang, berkurang 2,8% pasca program. Program ini berhasil meningkatkan asupan gizi siswa, terutama dalam hal protein dan buah yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa.


Konsumsi protein hewani perlu ditingkatkan


Direktur Corporate Affairs Japfa, Rachmat Indrajaya mengungkapkan bahwa konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju dan beberapa negara ASEAN.


“Kami berharap hasil studi ini dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Tentunya kami mendukung dan terbuka untuk berkolaborasi lebih lanjut dalam penyediaan protein hewani guna meningkatkan kualitas generasi muda Indonesia,” tutup Rachmat.



I Dewa Made Agung, Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR), mengungkapkan bahwa biaya untuk makan bergizi ini sangat bervariasi sesuai daerah. Ia mencotohkan, rata-rata di Jawa bisa di bawah 15.000 rupiah sekali makan. Bahkan, lanjutnya, di Sukabumi biayanya hanya 11.000 tapi tanpa susu. Tetapi untuk biaya di luar P. Jawa tentu lebih tinggi karena ada biaya akses dan distribusi.


“Studi percontohan yang dilakukan oleh JAPFA dan PKGK UI dapat menjadi referensi penting untuk implementasi program makan bergizi di sekolah-sekolah. Dari studi ini juga dapat dilihat penyusunan rentang biaya yang perlu disesuaikan dengan daerahnya. Selain itu, perlunya memastikan bahwa produsen menghasilkan bahan makanan yang berkualitas dan terjamin keamanan pangannya, serta higienitas dalam proses produksi untuk hasil yang optimal. Seperti daging ayam yang berasal dari rumah potong ayam yang memenuhi standar dan memiliki sertifikat NKV,” ujar Dewa.

  • # Gizi Anak
  • # Protein Untuk Tubuh
  • # Kekurangan Nutrisi