Siti Ahlan Sarmadani Harahap
09 Januari 2018
medicine.tufts.edu

Satu Unggahan Sehat untuk Seribu Orang Sehat

Bagaimana komunikasi kesehatan dilakukan di era digital?

 

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang, simbol bahasa, atau gerak (nonverbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat berupa suara, bunyi, bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti oleh pihak lain. Kemudian, pihak lain merespons atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberikan stimulus.

 

Komunikasi kesehatan merupakan bagian dari komunikasi antar manusia, yang memiliki fokus pada bagaimana seorang individu dalam suatu kelompok atau masyarakat menghadapi isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan serta berupaya untuk memelihara kesehatannya. (Northouse dalam Notoatmodjo, 2005)

 

Komunikasi kesehatan berupa pesan kesehatan, pencegahan penyakit, dan program-program kesehatan untuk mengubah perilaku seseorang agar meningkatkan kualitas dan derajat kesehatannya. Mengapa perlu mengubah perilaku seseorang? Yang paling utama adalah agar seseorang mampu untuk mengatur pola hidup sehat dan menjadi sehat.

 

Menurut Menteri Kesehatan, sejak tahun 2015 penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian dan kecacatan terbesar, seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian merupakan hasil dari pola hidup yang tidak sehat. Akibatnya, pengobatan menguras dompet dan kematian. Saat ini, penyakit tidak menular juga disebut sebagai penyakit katastropik, yaitu penyakit yang membutuhkan pengobatan dengan biaya besar.

 

Dari data WHO, kematian terbanyak diakibatkan penyakit kardiovaskular, yaitu sekitar 7,4 juta (42,3 persen) disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3 persen) disebabkan oleh stroke. Menurut data BPJS, pembiayaan penyakit katastropik pada tahun 2016 menghabiskan biaya hampir 14,6 triliun. Dari kasus tersebut dibutuhkanah komunikasi untuk mengubah perilaku masyarakat untuk lebih sehat.

 

Dari banyaknya kasus dan isu-isu kesehatan, maka dibutuhkan peran tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi kesehatan. Komunikasi kesehatan di masyarakat banyak dikenal melalui penyuluhan dan media massa, seperti koran dan majalah yang berisikan isu-isu kesehatan.

 

Namun, di era globalisasi dan digital ini apakah penyuluhan dan media massa masih bisa digunakan dan efektif? Jawabannya iya, masih bisa digunakan. Melihat bahwa teknologi telah berkembang dan mengubah cara orang-orang bersosialisasi, ini bisa menjadi alat untuk melakukan komunikasi kesehatan kepada masyarakat.

 

Alat yang bisa digunakan untuk melakukan komunikasi kesehatan ialah media sosial dan iklan di televisi. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini di Indonesia ada 63 juta orang menggunakan internet, dan 95 persennya adalah pengguna media sosial.

Baca juga: Perkembangan Kesehatan dan Imunisasi di Indonesia dari Masa ke Masa

 

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Paul Novelli pada tahun 2001 terhadap 3.719 individu, banyak informasi kesehatan yang dapat dipelajari oleh individu ketika menonton televisi pada jam-jam utama (prime time). Program entertainment (hiburan) seperti talk show kesehatan merupakan cara lain yang cukup efektif dalam mengomunikasikan informasi kesehatan. Beberapa hasil penelitian mendemonstrasikan bahwa informasi kesehatan yang ditayangkan secara singkat memiliki pengaruh yang cukup kuat.

 

Saat ini, Kemenkes juga melakukan komunikasi kesehatan bukan hanya melalui pendidikan kesehatan dan penyuluhan saja, tetapi juga melalui iklan di televisi dan menggunakan media sosial. Direktorat pengendalian penyakit tidak menular Kemenkes juga melakukan hal yang sama.

 

Di media sosial Instagram terdapat akun @p2ptmkemenkesri, yang mengunggah berbagai informasi kesehatan dengan gambar ilustrasi yang menarik dan berwarna. Unggahan informasi kesehatan yang dibagikan oleh akun ini berisi tantang gizi seimbang, bahaya merokok, penjelasan berbagai faktor risiko penyakit tidak menular, isu-isu kesehatan, dan promosi program dari Kementerian Kesehatan RI. Dari unggahan-unggahan tersebut, diharapkan bisa membantu masyarakat memahami mengenai isu-isu kesehatan dan mengubah perilaku menjadi lebih sehat.

 

Di era digital saat ini, masyarakat cenderung menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Media yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi kesehatan lainnya adalah blog. Blog merupakan tempat seseorang menggungah tulisannya, yang berisi pembahasan seperti gejala penyakit difteri.

 

Saat ini, banyak blog kesehatan yang ada di internet. Beberapa penulis dari blog diketahui merupakan orang yang ahli dalam bidangnya, seperti dokter yang menulis artikel kesehatan untuk blognya dan membagikannya kepada masyarakat.

 

Selain blog dan Instagram, situs dan aplikasi kesehatan saat ini juga banyak ditemukan. Di situs dan aplikasi tersebut, orang-orang dapat berbagai infomarsi mengenai kesehatan, melakukan diskusi, dan tanya-jawab seputar kesehatan. Situs dan aplikasi kesehatan yang ada di internet juga muncul dan terbentuk karena alasan pemasalahan kesehatan yang ada di masyarakat.

 

Globalisasi yang telah mengembangkan teknologi dan membantu banyak orang untuk mencari berbagai hal dan memudahkan pekerjakan. Teknologi yang berkembang, seperti internet, smartphone, dan televisi, bukan hanya mengubah pola bersosialisasi di masyarakat, tetapi juga mengubah pengetahuan tentang kesehatan. Teknologi dan media sosial digunakan sebagai alat penyampaian pesan kesehatan.

Para tenaga kesehatan dan mahasiswa kesehatan, seperti mahasiswa kesehatan masyarakat, bisa membuat akun di Instagram dan membagikan pesan kesehatan kepada masyarakat. Pesan yang diunggah harus menarik dan up to date, sehingga masyarakat mau membaca. Selain pengunaan Instagram, para mahasiswa kesehatan juga bisa menggunakan media sosial lainnya untuk berbagi informasi dan isu-isu kesehatan.

 

Teknologi dan media sosial juga merupakan ladang bagi tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi kesehatan, dengan unggahan-unggahan mengenai kesehatan. Diharapkan media yang baru ini dapat mengubah perilaku masyarakat dan meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan.

 

Orang yang melakukan komunikasi kesehatan saat ini bukan hanya tenaga kesehatan. Setiap orang bisa menjadi komunikan dan komunikator. Melakukan diskusi kesehatan melalui grup di WhattsApp atau Line, serta menggugah isu-isu kesehatan di blog, situs, Path, maupun Instagram.

 

Pemilihan pesan kesehatan yang akan disampaikan juga harus diperhatikan, sebab saat ini dibutuhkan data yang akurat dan berdasarkan evidence based, agar tidak salah. Pesan kesehatan yang akan disampaikan melalui media sosial ataupun situs bukan hanya harus benar dan akurat, tetapi juga harus menarik. Jadi, masyarakat mau membaca dan melakukan anjuran kesehatan yang disarankan. Alhasil, 1 unggahan yang sehat dapat menyehatkan 1.000 orang.

 

  

Daftar Pustaka

 

”Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi, Kemenkes Ingatkan CERDIK” Diaskses pada 05 Januari 2018 melalui, http://depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html 

Rahmadiana, Metta. 2012. “Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan”. Diakses pada 04 Januari 2018 melalui,https://google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiyuOCE3MTYAhUL3Y8KHaAHDmsQFgg2MAE&url=http%3A%2F%2Facademicjournal.yarsi.ac.id%2Findex.php%2FJurnal OnlinePsikogenesis%2Farticle%2Fdownload%2F38%2Fpdf&usg=AOvVaw3Uq37gyY94-oX6_RpA52QM 

  • # Informasi
  • # TB Kesehatan
  • # Gaya Hidup Sehat
  • # Love Yourself