Yovita Diane Titiesari
01 November 2016

4 Golongan Obat yang Beredar di Indonesia

Sebagai apoteker, salah satu masalah yang sering saya hadapi adalah kedatangan pasien yang ingin membeli obat tanpa disertai resep, padahal obat yang diminta hanya bisa dijual dengan menggunakan resep. Jujur saja, banyak pasien yang masih tidak terima dan tetap memaksa ingin membeli obat yang mereka inginkan tersebut. Kalau sudah begini, saya hanya bisa sabar menghadapi komplain mereka, sambil tetap berpegang bahwa saya tidak bisa melayani permintaan mereka. Padahal jika Anda mengetahui apa saja yang terjadi di dalam pabrik obat, kami sangat memperhatikan detail-detail kecil agar tidak ada kekeliruan dalam peracikan, tetapi terkadang masih saja ada pasien yang tidak mengerti maksud dari penolakan kami. Mungkin Anda juga pernah berada dalam situasi di atas. Dan mungkin Anda juga bertanya-tanya, kenapa sih ada obat yang bisa dibeli bebas, bahkan di warung saja ada, sedangkan beberapa obat lain tidak? Pertama-tama, saya ceritakan dahulu ya mengenai penjualan obat di Indonesia. Obat, seperti yang kita ketahui, bukanlah sembarang komoditi dagangan. Obat adalah suatu senyawa yang bisa memberikan efek fisiologis pada tubuh. Obat akan memberikan manfaat jika digunakan dengan benar, namun dapat menjadi berbahaya jika salah dalam penggunaannya. Paracelsus, seorang ilmuwan yang dikenal sebagai Bapak Toksikologi, bahkan pernah berujar bahwa ‘all things are poison and nothing is without poison, only the dosage makes a thing not poison’. Karena karakteristik itulah, penjualan obat di Indonesia, dan di negara manapun di dunia, diatur oleh hukum. Ada banyak sekali undang-undang yang mengatur mengenai penjualan obat ini, dan salah satunya adalah mengenai obat yang dapat dibeli tanpa dan dengan resep.

Empat Golongan Obat

Secara hukum, ada empat golongan obat di Indonesia menurut cara penjualannya, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan narkotika. Masing-masing golongan memiliki tanda tertentu yang wajib ditampilkan oleh produsen obat di setiap kemasan obat. Apa saja sih bedanya? Yuk, kita lihat satu persatu!

Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Seperti namanya, obat ini dijual bebas di pasaran dan bisa dibeli hampir dimana saja, bahkan di warung dekat rumah Anda sekalipun. Ciri dari obat bebas adalah tanda lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas yang mungkin paling akrab di telinga Anda adalah tablet parasetamol dengan berbagai merk.

Obat Bebas Terbatas

Obat golongan ini sebenarnya adalah golongan obat keras, namun dapat dijual secara bebas tanpa menggunakan resep. Syaratnya, produsen obat wajib menampilkan box ‘Perhatian’ berwarna hitam sesuai dengan peruntukan obat tersebut. Ciri khas obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas terbatas adalah pereda flu dan batuk dalam bentuk kombinasi.

Obat Keras

Nah, kalau ini adalah obat yang hanya dapat dibeli menggunakan resep dokter, dan tempat untuk membelinya pun hanyalah di apotek saja. Ciri khas obat keras adalah simbol lingkaran berwarna merah dengan huruf K berwarna hitam di dalamnya.

Narkotika

Iya, narkotika itu juga mempunyai fungsi terapi jika digunakan menurut perutukkan yang benar. Jadi, penggunaannya tidak terbatas hanya untuk tujuan penyalahgunaan saja. Obat golongan ini tentu saja hanya dapat dijual di apotek dan dengan resep dokter pula. Jika suatu saat Anda atau kerabat Anda diresepkan obat golongan narkotika oleh dokter, apoteker akan menanyakan nama dan alamat serta nomor kontak Anda. Tenang saja, kami para apoteker bukan bermaksud untuk stalking, tapi data ini memang diperlukan untuk mengawasi peredaran obat golongan ini yang rentan penyalahgunaan.

Apa Dasar Penggolongannya?

Menurut Ordonansi Obat Keras, ada beberapa alasan mengapa suatu senyawa obat masuk ke dalam golongan obat keras. Pertama, jika pengawasan dokter mutlak diperlukan dalam penggunaan obat tersebut. Misalnya nih, obat darah tinggi. Jika tidak melalui resep dokter, jangan-jangan dosis yang diberikan terlalu besar hingga pasien malah mengalami darah rendah. Selain itu, jika obat tersebut memiliki efek samping yang dapat bersifat mengancam nyawa. Contoh klasik, antibiotik. Bayangkan jika terjadi resistensi karena penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung jawab, akan gawat sekali jika pasien sedang infeksi berat dan tidak ada antibiotik yang mempan untuk infeksinya!Sesudah mengetahui empat golongan obat tersebut, mungkin pertanyaan Anda berikutnya adalah kapankah suatu obat masuk ke dalam obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. Kedua, jika  obat diperuntukkan untuk penggunaan parenteral, alias pemberian lewat suntikan. Obat yang diberikan lewat rute ini akan langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efeknya pun akan lebih cepat dan poten/ kuat dibanding obat yang diberikan dengan cara lain, misalnya dengan diminum. Hal inilah yang menyebabkan obat dengan pemberian lewat suntikkan harus digunakan menurut resep dokter. Ketiga, jika obat tersebut adalah obat dengan zat aktif yang baru saja launching. Karena data keamanan dan khasiatnya belum banyak, maka penggunaan harus diawasi. Sedangkan untuk obat bebas terbatas, seperti yang saya kemukakan tadi, adalah obat keras namun masih dapat diperjualbelikan secara bebas. Pemerintah secara berkala akan mengeluarkan keputusan tentang kapankah suatu obat keras bisa masuk ke dalam kategori bebas terbatas, setelah melewati berbagai aspek pertimbangan seperti keamanan dan juga kebutuhan masyarakat.

Bagaimana Jika Rutin Konsumsi Obat Golongan K?

Salah satu pernyataan pasien jika saya menyatakan bahwa saya tidak dapat melayani permintaan mereka tanpa resep adalah ‘Saya sudah sering menggunakan obat ini kok, Mbak.’ Memang ada kondisi jika obat keras digunakan secara rutin, bahkan lifetime. Contohnya obat darah tinggi dan kencing manis. Memang, tampak ribet untuk terus-menerus datang ke dokter hanya demi resep obat. Namun saya sarankan Anda untuk tetap melakukan hal itu. Dalam sebulan, kondisi tubuh pun bisa berubah lho, sehingga bukan tidak mungkin akan dilakukan penyesuaian dosis obat. Semoga setelah pemaparan saya di atas dapat menambah wawasan Anda mengenai penjualan obat, ya! Memang ada obat yang dapat dijual bebas tanpa resep dokter, namun ada pula obat yang hanya bisa dijual jika disertai dengan resep dokter. Semua hal tersebut dilakukan bukan untuk membuat konsumen ribet, namun untuk menjaga keamanan pasien, agar obat dapat memberikan manfaat dan bukannya membahayakan nyawa. Salam sehat! Referensi:
  1. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klini. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan
  2. Ordonansi Obat Keras No. 419 Tahun 1949

  • # Terbaru
  • # Informasi
  • # Komunitas
  • # Golongan Obat