iera sipahutar
21 April 2020
freeimages.com

Fakta Preeklampsia, Komplikasi Kehamilan yang Serius

Memasuki bulan April, kita diingatkan kembali bahwa preeklampsia diduga menjadi penyebab wafatnya sosok pahlawan wanita, Raden Ajeng Kartini, di tahun 1904. Sayangnya hingga kini, komplikasi ini masih menjadi salah satu penyebab kematian pada ibu hamil di seluruh dunia karena sulit untuk didagnosis. Itulah mengapa Mums harus memperkaya diri dengan informasi seputar preeklampsia agar dapat mencegah dan merawat komplikasi ini.

 

Mengenal Preeklampsia

Walau bukan istilah yang asing, pertanyaan dasar semacam “Apa itu preeklampsia?” akan selalu muncul. Namun, Mums tak perlu ragu untuk menanyakan itu. Pasalnya, lebih baik bertanya sebelum terlambat mengenalinya.

 

Preeklampsia adalah salah satu komplikasi serius yang terjadi pada kehamilan. Pada umumnya, preeklampsia ditandai dengan tekanan darah yang tinggi (hipertensi) selama kehamilan, ditemukannya protein dalam urine, dan pembengkakan kaki serta tangan (edema).

 

Gejala preeklampsia juga meliputi:

  • Pertambahan berat badan yang cepat dalam hitungan hari karena peningkatan volume cairan tubuh.

  • Sakit perut, terutama di sisi kanan atas.

  • Sakit kepala, muntah dan mual yang parah.

  • Perubahan refleks.

  • Frekuensi berkemih berkurang atau tidak sama sekali.

  • Penglihatan buram.

 

Gejala preeklampsia pada umumnya mulai tampak pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Juga, ada beberapa kasus di mana gejala preeklampsia baru dimulai pada usia kehamilan 34 minggu.

 

Siapa Saja yang Bisa Mengalaminya?

Kabar buruknya, siapa pun bisa terkena. Namun, faktor risiko preeklampsia tertinggi dapat terjadi pada kondisi berikut ini:

  • Hamil di usia sangat muda (40 tahun).

  • Kehamilan pertama.

  • Terdapat riwayat preeklampsia dalam keluarga.

  • Mengalami preeklampsia di kehamilan sebelumnya.

  • Hamil kembar 2 atau 3.

  • Menderita penyakit ginjal, hipertensi, serta obesitas.

  • Hamil dengan metode IVF (bayi tabung).

 Baca juga: Cara Mengurangi Kebiasaan Menyentuh Wajah

 

Apa Dampaknya?

Kenapa preeklampsia menjadi komplikasi yang paling ditakuti? Karena komplikasi ini tak hanya memengaruhi Mums, melainkan juga mengancam janin. Efek preeklampsia pada ibu antara lain:

  • Kejang (eklampsia).

  • Kerusakan ginjal / gagal ginjal

  • Pendarahan.

  • Stroke.

  • Kematian.

Sementara, efek preeklampsia pada bayi:

  • Keterbelakangan pertumbuhan janin.

  • Berat badan lahir yang rendah.

  • Kerusakan ginjal / gagal ginjal.

  • Kelahiran prematur.

  • Kematian.

 Baca juga: Apa yang Bisa Dilakukan Jika Mengalami Gejala Ringan Covid-19?

 

 

Fakta Preeklampsia yang Mengejutkan

Walau komplikasi kehamilan ini masih menjadi salah satu penyebab kematian utama pada ibu hamil, sayangnya dunia medis belum bisa menentukan apa penyebab terjadinya preeklampsia.

 

Terlepas dari itu, banyak faktor yang dapat berkontribusi pada terjadinya preeklampsia, seperti:

  • Kelainan plasenta, seperti aliran darah yang tidak mencukupi.

  • Faktor genetik.

  • Faktor lingkungan.

  • Faktor gizi.

  • Sistem daya tahan ibu dan gangguan autoimun.

  • Perubahan kardiovaskular dan inflamasi.

  • Ketidakseimbangan hormon

 

Tak hanya itu, ada beberapa fakta preeklampsia yang patut Mums ketahui, antara lain:

Preeklampsia dapat berkembang sangat cepat menjadi tipe preeklampsia yang lebih parah, menjadi eklampsia (kejang pada wanita dengan preeklampsia), atau menjadi sindrom HELLP (Peningkatan enzim hati, kerusakan sel darah merah, dan rendahnya jumlah trombosit) yang mengancam jiwa.

  • Satu-satunya penanganan yang tepat untuk preeklampsia dan eklampsia adalah melahirkan bayi yang dikandung. Hal ini tentu bukan sesuatu yang sulit jika sudah mendekati HPL. Namun, lain cerita ketika usia kehamilan kurang dari 37 minggu karena berarti Mums harus melahirkan si Kecil secara prematur dan ia memiliki risiko kesehatan serius.

  • Walau persalinan menjadi jalan utama, preeklampsia tidak selalu hilang pasca-melahirkan. Dalam beberapa kasus, gejala bahkan timbul setelah lahir, biasanya 48 jam setelah melahirkan. Gejala preeklampsia akan berangsur hilang, tetapi juga bisa bertahan hingga 12 minggu pasca-persalinan.

  • Wanita yang pernah mengalami preeklampsia berisiko 2 kali lipat mengalami serangan jantung atau stroke di kemudian hari, dan 4 kali berisiko menderita tekanan darah tinggi. Selain itu, jika Mums mengalami preeklampsia lebih dari 1 kali, maka risiko yang disebutkan tadi akan semakin meningkat bahkan lebih parah.

  • Setelah menjalani kehamilan dengan preeklampsia, penting untuk mengurangi faktor risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Tetaplah aktif, menjalani pola makan yang cukup dan simbang, serta menjaga berat badan dan tekanan darah tetap normal. Melakukan rawat jalan dengan ahli jantung dan spesialis lain juga sangat dianjurkan.

 

Melihat bahwa komplikasi kehamilan ini tak bisa disepelekan begitu saja, tak heran dokter akan menyarankan untuk menjalani pola hidup. Selain itu, melakukan pemeriksaan tekanan darah dan urin secara rutin juga dianjurkan. Apabila tekanan darah Mums tergolong tinggi (lebih dari 140/90), terutama ketika memasuki usia kehamilan di atas 20 minggu.

 

Kabar baiknya, saat ini telah tersedia pengecekan dini preeklampsia melalui tes darah sederhana dengan biomarkers sFlt-1 and PlGF yang mampu memprediksi apakah Mums berisiko mengalami preeklampsia dengan tingkat akurasi tinggi, yakni hingga 99,3%. Di Inggris sendiri, pemeriksaan ini mampu membantu menurunkan angka pasien di rumah sakit sebanyak 50%.

 

Dokter pun akan terbantu untuk memprediksi kondisi Mums secara lebih akurat dan dapat mengobati secara cepat, sehingga menurunkan angka kematian. Mums pun akan lebih percaya diri menjalani kehamilan sekaligus mengurangi biaya perawatan di rumah sakit. (AS)

 

Artikel ini merupakan kerja sama dengan Roche Diagnostic Indonesia.

 

Sumber

Global Cause. Maternal Health.

Harvard Health Publishing. Preeclampsia and Eclampsia.

  • # Kehamilan
  • # TBMinggu13
  • # TB Kesehatan
  • # Preeklampsia
  • # TBTrimester1