Ruby Astari
08 Agustus 2021
unsplash.com/Tim Trad

Bahaya Anak Terlalu Jujur dengan Orang Asing

“Adik tinggal di mana?”

 

“Aku tinggal di….“

 

Pernah mengalami hal ini, Mums? Saat sedang teralihkan di ruang publik, si Kecil yang masih balita diajak mengobrol oleh orang tak dikenal. Sebelum anak memberitahu alamat rumahnya, untung Mums sudah buru-buru menariknya pergi.

 

Memang bahaya anak terlalu jujur dengan orang asing. Sama yang kenal saja, ia tetap berpotensi menjadi korban. Namun, bagaimana mengajarkan si Kecil tentang hal ini tanpa membuatnya jadi paranoid?

 

Mengapa Anak Terlalu Jujur dengan Orang Asing Padahal Belum Kenal?

Ternyata, tidak semua anak balita mudah takut dengan orang yang belum dikenal. Bila si Kecil termasuk salah satunya, sebaiknya Mums waspada. Masalahnya, anak belum bisa membedakan mana orang dewasa yang benar-benar dapat dipercaya dan mana yang seharusnya tidak.

 

Intinya, di mata si Kecil, semua orang dewasa sama: aman didekati, dijadikan tempat untuk bercerita atau curhat, serta bersandar. Bahkan, ada anak yang dengan mudahnya percaya, sehingga mau dipangku, padahal itu bukan orang tua maupun anggota keluarganya sendiri.

 

Penyebabnya bisa macam-macam, antara lain:               

  • Anak belum punya insting mana orang dewasa yang cukup aman didekati maupun tidak.
  • Bila Mums mengadopsi anak, bisa jadi sebelumnya ia kekurangan kasih sayang dan kesepian.
  • Berhubung sedang membahas kesepian, bisa jadi selama ini si Kecil merasa takut terbuka dengan Mums dan Dads karena merasa sulit dipahami. Makanya, anak mencari perhatian dari orang lain.

  

Cara Mengatasi Jika Anak Terlalu Jujur dengan Orang Asing

Pertama, bila anak kebetulan bersifat ramah dan mudah terbuka, jangan khawatir, Mums. Tidak semua anak dengan sifat seperti itu otomatis akan selalu mudah percaya dengan orang asing.

 

Namun bila anak mulai sembarangan memeluk orang asing atau membiarkan dicium sembarangan, sebaiknya mulai waspada, Mums. Apalagi bila Mums dan Dads sedang lengah, tahu-tahu si Kecil bisa pergi terlalu jauh dari pengawasan kalian.

 

Tentu saja, langsung menakut-nakuti anak dengan cerita tentang penculik juga bukan tindakan bijak. Pastinya Mums dan Dads tidak ingin si Kecil tumbuh menjadi anak yang paranoid, bukan? Waspada wajib, tetapi jangan sampai anak malah jadi tidak bisa menikmati hidupnya karena selalu dicekam ketakutan.

 

Banyak cara untuk memberitahu anak mengenai pentingnya batasan interaksi dengan orang lain. Mums bisa mencoba beberapa cara di bawah ini:

 

  1. Meluangkan waktu mengobrol dengan si Kecil

Sering-seringlah meluangkan waktu mengobrol dengan anak. Ajak dia bercerita mengenai apa pun yang dia rasakan, pikirkan, maupun inginkan. Bila anak merasa aman untuk terbuka kepada Mums dan Dads, biasanya dia tidak akan merasa perlu melakukan hal yang sama dengan orang dewasa lain.

 

  1. Mengajaknya bermain hula hoop sekaligus mengenalkannya pada ‘batas pribadi’

Metode ini mungkin tidak umum. Meskipun belum tentu si Kecil akan suka, ajak saja. Tidak perlu dia sampai ahli. Sambil bermain, kenalkan anak pada arti ‘batas pribadi’. Misalnya sambil bermain hula hoop, jelaskan bahwa kita perlu menjaga jarak dari orang lain agar hula hoop tidak jatuh. Jadikan jarak hula hoop pada tubuh menjadi patokan si Kecil berdekatan dengan orang lain agar ia merasa lebih aman.

 

  1. Mendukung anak untuk selalu berani bercerita kepada Mums dan Dads

Salah satu cara agar si Kecil mau selalu terbuka adalah tidak langsung memarahinya setiap kali ia mengaku salah atau telah melanggar sesuatu. Dengarkan ceritanya sampai selesai, setelah itu barulah berkomentar.

 

Katakan kepada anak bahwa meskipun kadang dia salah dan membuat Mums dan Dads marah, bukan berarti Mums dan Dads tidak menyayanginya. Anak tetap boleh bercerita tentang apa saja kepada Mums dan Dads.

 

  1. Memberi aturan tidak boleh pergi terlalu jauh tanpa pengawasan Mums dan Dads saat di ruang publik

Nah, untuk yang satu ini, Mums dan Dads memang harus tegas. Namun, tidak perlu juga langsung bercerita kepada anak mengenai kemungkinan diculik atau jadi korban predator. Cukup katakan bahwa Mums dan Dads merasa lebih tenang bila tahu dan bisa melihat si Kecil masih ada dan aman, terutama di ruang publik yang ramai.

 

  1. Mengajarkan anak soal otonomi dan otoritas tubuh

Anak wajib mengetahui nama-nama anggota tubuhnya dengan benar, termasuk organ reproduksi ya, Mums. Ia juga harus berani menolak saat disentuh oleh orang lain tanpa seizinnya, apalagi bila sampai membuatnya tidak nyaman. Ya, terutama bila yang jadi sasaran sentuhan adalah bagian privatnya.

 

Tidak perlu memintanya melakukan hal yang kasar, cukup dengan mundur menjauh atau menolak dengan bilang, “Jangan.” Bagaimana bila orang dewasa, terutama yang tidak dikenal, masih berani menyentuh meskipun si Kecil sudah bilang tidak? Anak bisa melarikan diri dan melapor kepada Mums dan Dads segera.

 

  1. Mengingatkan anggota keluarga lain agar tidak memaksa si Kecil untuk memeluk dan menciumnya.

Mungkin ini bagian paling sulit, apalagi mengingat kultur masyarakat Indonesia yang ramah. Sering kali keluarga dan kerabat masih merasa berhak asal menyentuh, mencium, hingga mencubit anak hanya karena gemas. Mereka sering tidak peduli bila si Kecil merasa tidak nyaman, gelisah, hingga kesal.

 

Terkait dengan otonomi dan otoritas tubuh anak terhadap dirinya sendiri, Mums dan Dads bisa meminta keluarga untuk membuatnya merasa aman. Jadi, anak tidak akan merasa bersalah bila menolak orang dewasa yang tidak dikenalnya sembarangan menyentuhnya.

 

Sebenarnya, tidak masalah anak punya kepribadian jujur. Malah bagus, asal jangan sampai jujur kepada orang yang salah. Dalam hal ini, bahaya anak terlalu jujur dengan orang asing, Mums. (AS)

 

Referensi

 

  • # Anak
  • # Balita
  • # TBN Psikologi
  • # Bayi & Balita
  • # TBN 3 Tahun