Bernadette Andika Gitawardani
05 April 2022
pexels.com

Apa Itu Parallel Parenting?

Dalam rumah tangga, perpisahan dan perceraian tentu bukan hal yang diinginkan setiap pasangan. Namun, karena beberapa faktor, Mums dan Dads mungkin terpaksa memutuskan untuk berpisah.

 

Meski begitu, perceraian yang terjadi antara Mums dan Dads sebenarnya bukan menjadi alasan putusnya hubungan kedua orang tua dengan anak. Bagaimanapun juga, anak-anak masih membutuhkan sosok kedua orang tua kandungnya.

 

Akan tetapi, bagaimana jika permasalahan yang terjadi antara Mums dan Dads terasa sangat mengganggu, sehingga pertemuan keluarga ini menjadi terasa canggung? Nah, jika Mums dan Dads berada dalam kondisi ini, menerapkan parallel parenting mungkin bisa menjadi solusinya. Seperti apa parallel parenting tersebut? Untuk penjelasan selengkapnya, yuk simak dalam artikel berikut!

 

Baca juga: Tiger Parenting vs Drone Parenting: Apa Efeknya bagi Kesehatan Mental Anak?
 

Apa Itu Parallel Parenting?

Ketika suatu hubungan berakhir dengan buruk, mungkin ada perasaan marah atau bahkan kebencian antara satu sama lain. Perasaan ini bisa saja bertahan dalam waktu yang lama, sehingga pertemuan antara Mums dan Dads mungkin akan terasa canggung. Namun, bukan berarti Mums dan Dads harus menunjukkan ketidakharmonisan tersebut di hadapan anak-anak.

 

Dengan adanya parenting parallel, Mums dan Dads tidak perlu terlalu sering bertemu, tetapi tetap dapat memaksimalkan pengasuhan pada buah hati. Pola pengasuhan ini juga memungkinkan Mums dan Dads untuk melepaskan diri satu sama lain, kemudian menentukan sendiri cara pengasuhan anak sesuai keinginannya.

 

Selain hubungan yang berakhir buruk, parenting parallel ini juga cukup efektif diterapkan kepada pasangan yang salah satunya memiliki riwayat dengan masalah kesehatan mental, di mana mereka tidak bisa menerapkan pola asuh yang baik untuk anak.

 

Apa yang Membedakan Parallel Parenting dengan Co-Parenting?

Parallel parenting berbeda dengan co-parenting. Pasangan yang menerapkan co-parenting biasanya masih dapat tetap tampak harmonis di depan anak-anak, mereka bisa mengesampingkan perasaan marah atau kesal satu sama lain.

 

Namun, bagi pasangan yang menerapkan parallel parenting, umumnya mereka merasa lebih sulit untuk menahan emosi satu sama lain ketika berada dalam satu waktu. Alhasil mereka memilih untuk tidak mau tampil bersama sebagai orang tua meski dalam kegiatan sekolah anak atau pertemuan dengan dokter.

 

 

Bagi seseorang yang memiliki pasangan dengan kepribadian narsistik atau berperilaku kasar dan telah memutuskan untuk berpisah, parallel parenting mungkin bisa menjadi pilihan yang lebih sehat daripada co-parenting.

 

Baca juga: Helicopter Parenting, Baik atau Tidak untuk Perkembangan Anak?
 

Apa Manfaat Menerapkan Parallel Parenting?

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa penerapan parallel parenting tidak akan memberikan manfaat kepada anak karena Mums dan Dads tetap tampak berjalan sendiri-sendiri. Namun, faktanya parallel parenting ini justru bisa memberikan manfaat secara mental juga pada anak karena dapat mencegah anak melihat konflik orang tua.

 

Tips Menerapkan Parallel Parenting

Untuk menghindari kemungkinan konflik di kemudian hari, penerapan parallel parenting perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya:

 

1. Tentukan bagaimana Mums dan Dads membagi waktu dengan anak-anak

Penting untuk saling berbagi waktu dalam seminggu dengan anak-anak, misalnya hari Senin hingga Kamis anak-anak akan bersama dengan ibunya. Selanjutnya, di hari Jumat sampai Minggu mereka akan bersama dengan sang Ayah. Jika ingin mengajak anak pergi atau mengikuti sebuah acara, beri tahukan juga kepada pasangan mengenai detail waktunya, sehingga tidak bertabrakan satu sama lain.

 

2. Tentukan lokasi penjemputan dan pengantaran anak

Selain waktu, pastikan juga Mums dan Dads memilih tempat untuk menjemput dan mengantar anak-anak. Dalam parenting parallel, tujuan yang diharapkan adalah pembatasan komunikasi Mums dan Dads. Oleh karena itu, pilihlah lokasi penjemputan dan pengantaran anak yang netral, sehingga Mums dan Dads tidak perlu waktu lama untuk saling bertatap muka.

 

3. Bicarakan konsekuensi jika terjadi pembatalan

Mungkin ada saat-saat di mana Mums atau Dads membutuhkan anak-anak di hari yang belum ditentukan sesuai kesepakatan. Nah, jika seperti ini, ada baiknya Mums dan Dads membicarakan mengenai konsekuensi dari kondisi ini sejak awal.

 

Misalnya, jika waktu Mums dengan anak-anak hari Senin hingga Kamis, tetapi pada hari Minggu Mums ingin mengajak anak pergi, mungkin ada hari lain yang bisa menggantikan waktu Dads dengan anak-anak tersebut di hari lainnya.

 

Perpisahan dan perceraian memang terasa berat untuk dijalani, terlebih bagi anak-anak. Kendati demikian, jangan jadikan ini sebagai penghambat orang tua untuk tetap mengasuh anak-anak secara optimal. (AS)

 

 

Referensi

  • # Parenting
  • # TBN 3 Tahun
  • # TBN Parents Life