Skrining Retinopati Diabetik Berbasis AI Sasar 80% Penderita Diabetes
Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Dua dari lima (43,1%)1 orang dewasa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 mengalami kondisi ini. Lebih jauh lagi, data penelitian global menunjukkan bahwa sekitar 29% pasien dengan RD juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME)2, suatu bentuk komplikasi retina lanjutan dari RD yang menyebabkan pembengkakan pada makula dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan akibat diabetes.
Menyadari besarnya dampak RD, Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia Tahun 2025 – 2030 yang baru diluncurkan menetapkan beberapa target kunci untuk mengatasi permasalahan ini.
Salah satu targetnya mencakup skrining retina pada setidaknya 80% individu dengan diabetes, serta pemberian pengobatan yang tepat kepada minimal 80% individu dengan RD. Salah satu terobosan baru dalam skrining RD adalah dengan pemanfaatan teknologi kesehatan digital dan tele-oftalmologi untuk meningkatkan deteksi dini kasus RD maupun DME.
Hal itu terungkap dalam acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk percontohan penanganan komprehensif Retinopati Diabetik (RD) antara Roche Indonesia dan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM). Acara berlangsung di Yogyakarta, ertepatan dengan Hari Diabetes Sedunia, pada 14 November 2025.
Beban Retinopati Diabetik Tinggi
Tingginya beban penyakit RD dipicu oleh tingginya beban Diabetes Mellitus sebagai penyebab RD, rendahnya cakupan skrining RD berbasis populasi, dan terbatasnya tenaga kesehatan mata profesional serta akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyatakan, ”Persoalan Diabetes ini cukup besar. Prevalensinya menurut SKI mencapai hampir 30%, artinya hampir 65 juta masyarakat Indonesia terindikasi mengidap DM dan saat ini kita baru bisa mendeteksi sekitar 10 juta,” jelas dr. Siti Nadia yang ikut hadir di penandatanganan kerjasama di UGM.
Ditambahkan dr. Nadia, program Cek Kesehatan Gratis (CKD) yang diadakan sejak awal 2024 hingga November 2025, berhasil menemukan 5 hingga 7,5 juta kasus baru Diabetes. Tantangan yang saat ini kita hadapi tidak hanya itu, tapi kita juga masih terbatas pada ketersediaan alat dan kemampuan tenaga kesehatan,” ujar dr. Nadia pada pidatonya.
“Kami ingin memastikan bahwa skrining RD tidak hanya bergantung pada ketersediaan dokter spesialis, tetapi bisa dilakukan secara masif di layanan primer, dengan dukungan teknologi yang tepat dan alur rujukan yang jelas,” tambah dr. Nadia.
Skrining RD Berbasis AI
FK-KMK UGM dengan dukungan dari Roche Indonesia menghadirkan pendekatan baru berupa metode skrining RD berbasis digital tele-oftalmologi dengan pemanfaatan AI. “Ini dapat menjadi bukti ilmiah yang kedepannya dapat kita terjemahkan menjadi kebijakan nasional,” jelas dr. Nadia.
Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc. selaku Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM menyatakan, “Masalah kesehatan masyarakat seperti Retinopati Diabetik membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif dan aplikatif. Melalui kemitraan ini, kami siap berkontribusi melalui keahlian FK-KMK UGM dalam mengembangkan model layanan, melakukan kajian implementasi, dan memastikan bahwa intervensi yang dilakukan, terutama di bidang tele-oftalmologi serta tatalaksana Retinopati Diabetik sesuai standar medis terkini, dapat berjalan efektif dan berkelanjutan di sistem layanan kesehatan kita.”
Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M(K) yang memimpin pelaksanaan kerjasama mengungkapkan tantangan yang perlu menjadi perhatian dalam upaya menurunkan beban RD. “Tantangan utama kita ada tiga: jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah—kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat,” ujar Prof. Bayu.
Ia menjelaskan bahwa kemitraan ini akan fokus pada pengembangan dan implementasi model layanan skrining RD yang terintegrasi serta tatalaksana RD yang komprehensif sesuai dengan standar medis terkini.
Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia menekankan, “Kemitraan ini merupakan perwujudan komitmen jangka panjang kami untuk secara aktif berkontribusi dalam melindungi kesehatan penglihatan masyarakat Indonesia, dan memastikan pasien dapat mengakses layanan kesehatan dan solusi yang mereka butuhkan.” Lanjut Sanaa, “Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030.”
-
# Mata
-
# Diabetes Melitus
-
# Deteksi Dini