Ella Nurlaila
14 Oktober 2025
Shutterstock

Anak Takut Suara Keras, Mungkinkah Hiperakusis?

Bukan hanya mengganggu, suara keras bisa merusak pendengaran anak. Anak takut suara keras biasanya terjadi secara spontan. Misalnya dentuman atau suara yang sangat keras seperti petasan, kembang api, tembakan. Tetapi bisa jadi itu adalah suatu gangguan yang disebut hiperakusis.


Hiperakusis adalah gangguan pendengaran yang menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif dan tidak dapat mentoleransi suara-suara sehari-hari yang dianggap normal oleh orang lain, sehingga suara tersebut terdengar terlalu keras, menyakitkan, atau mengganggu. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada telinga, sakit kepala, kecemasan, stres, serta kesulitan dalam menjalani aktivitas harian dan bersosialisasi. 

Baca juga: Anak Takut saat Bertemu Orang Lain, Mums Harus Apa?


Apa itu Hiperakusis?


Hiperakusis adalah gangguan pendengaran langka di mana suara yang dianggap normal oleh orang lain terasa keras dan tidak nyaman—dan seringkali tak tertahankan. Kondisi ini juga disebut sebagai penurunan toleransi suara. Anak dengan pendengaran normal menerima berbagai macam suara dengan tingkat kenyaringan yang berbeda-beda. Sebaliknya, anak dengan hiperakusis umumnya menerima suara dengan volume yang terlalu tinggi.

Beberapa contoh suara umum dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin terasa tidak tertahankan bagi penderita hiperakusis antara lain orang-orang mengobrol, mesin mobil menyala, air mengalir di wastafel dapur, dan lain-lain yang sebenarnya normal namun terdengar terlalu keras.

Pengalaman ini dapat memengaruhi kesehatan mental anak, menyebabkan anak merasa mudah tersinggung dan cemas. Hiperakusis juga dapat memengaruhi kehidupan sosialnya. Beberapa anak dengan hiperakusis menghindari berada di keramaian karena takut suara-suara.

Hiperakusis biasanya ada menyertai tinitus, suatu kondisi yang sering dikaitkan dengan gangguan pendengaran yang disertai suara berdenging, bersiul, berderak, atau menderu di telinga. Namun, tidak semua kasus hiperakusis disertai tinitus atau gangguan pendengaran.

Penyebab Hiperakusis

Para peneliti masih berusaha memahami penyebab hiperakusis. Kemungkinan besar, struktur di otak yang mengontrol persepsi rangsangan membuat suara terdengar lebih keras. Pada hiperakusis, otak menganggap suara keras terlepas dari frekuensinya — atau apakah suara tersebut berada dalam rentang rendah (seperti gemuruh guntur), rentang sedang (seperti suara manusia), atau rentang tinggi (seperti sirene atau peluit).

1. Gangguan saraf pendengaran

Berbagai teori sudah dikemukakan sebagai penyebab. Kemungkinan kerusakan pada bagian saraf pendengaran menyebabkan hiperakusis. Saraf pendengaran membawa sinyal suara dari telinga bagian dalam ke otak sehingga kita dapat mendengar.

2. Kerusakan saraf wajah

Teori lain menyatakan bahwa kerusakan pada saraf wajah menyebabkan hiperakusis. Saraf wajah mengontrol otot stapedius, yang mengatur intensitas suara di telinga. Banyak kondisi yang terkait dengan hiperakusis (Bell's palsy, sindrom Ramsay Hunt, dan penyakit Lyme) melibatkan kerusakan saraf wajah.

3. Faktor lainnya

Namun, tidak ada satu penyebab tunggal yang dapat menjelaskan semua kasus hiperakusis. Sebaliknya, kondisi ini terkait dengan berbagai faktor dan kondisi yang mungkin berkontribusi.

Faktor-faktor yang berkontribusi meliputi:

  • Paparan suara keras dalam jangka panjang: hiperakusis lebih umum terjadi pada anak-anak yang terpapar suara keras dalam jangka waktu lama, seperti musisi rock, atau yang berada di lingkungan yang sangat bising, seperti area konstruksi atau bandara.

  • Paparan suara keras secara tiba-tiba: beberapa anak dengan hiperakusis mengalaminya setelah mendengar suara keras yang tiba-tiba, seperti tembakan senjata atau kembang api.

  • Jika Penyebabnya bukan Hiperakusis

    Tidak semua anak yang menunjukkan gejala takut suara keras disebabkan oleh hiperakusis. Kadang hanya karena pengaruh lingkungan seperti polusi suara. Misalnya karena tidak terbiasa dengan suara pesawat udara, kereta api, audio, TV dan peralatan rumah tangga yang kadang bikin bising. 


    Berikut beberapa penyebab umum mengapa anak takut suara keras:


    1. Usia 

    Sistem organ tubuh balita biasanya masih sangat sensitif, termasuk sistem pendengaran. Karena itu suara keras seperti petir, knalpot, blender di dapur, bisa bikin balita reflek kaget. Sistem pendengaran yang masih sensitif karena usia, jadi salah satu penyebab anak takut suara keras. 


    2. Trauma 

    Sama seperti orang dewasa, anak balita juga bisa mengalami trauma saat mendengar suara keras yang disertai kejadian menakutkan. Misalnya ia pernah mendengar petir lalu seketika lampu mati dan gelap gulita. Anak mengaitkan suara keras dengan bahaya, inilah yang bikin anak takut suara keras. 


    3. Temperamen sensitif 

    Anak dengan temperamen sangat sensitif atau mudah cemas, kagetan, akan cenderung lebih peka terhadap rangsangan sensorik termasuk suara keras. 


    4. Fobia spesifik 

    Gangguan kecemasan atau fobia bisa menjadi salah satu penyebab anak takut suara keras. Ada anak yang ketakutannya bisa berkembang menjadi fobia suara tertentu, seperti blender. Gejalanya bisa berupa nangis berlebihan, menutup telinga, pergi menjauh. 


    5. Problem sensorik 

    Penyebab lain anak takut suara keras bisa jadi karena mengalami problem sensorik. Sensory processing disorder ini merupakan kondisi spektrum autismw yang kadang sulit memfilter suara. Sehingga suara yang bagi orang lain biasa, baginya terasa sangat menyakitkan atau menakutkan. 


    Cara Mengatasi Anak Takut Suara Keras 


    Anak takut suara keras bisa dibantu untuk mengatasinya dengan berbagai langkah mudah. Tentu saja seiring bertambahnya usia, anak takut suara keras di luar problem kesehatan, sebenarnya perlahan akan hilang dengan sendirinya melalui latihan atau stimulasi.


    Berikut ini cara membantu mengatasi anak takut suara keras yang bisa Mums coba di rumah : 


    1. Gunakan headphone 

    Alat bantu berupa headphone atau earplug bisa digunakan untuk meredam suara yang memicu anak ketakutan. Tapi jangan terlalu sering agar anak tidak makin sensitif dan perlahan mulai terbiasa. 


    2. Jelaskan sumber suara 

    Anak takut suara keras biasanya karena ketakutan yang berlebihan dan reflek imajinasi dia bahwa suatu bahaya sedang terjadi. Bantu anak dengan memberikan rasa aman. Caranya jelaskan asal usul atau sumber suara tersebut. Sehingga anak tahu sumber aslinya dan tidak lagi membayangkan bahaya. 


    3. Beri tahu kapan suara akan muncul 

    Misalnya suara kereta api, beri tahu kapan suaranya akan muncul ketika kereta mulai terlihat dari kejauhan. Sehingga anak sudah menyiapkan mentalnya bahwa aka nada suara sangat bising. Jika memungkinkan jauhkan anak dari sumber suara bila sangat mengganggu. 


    4. Samarkan 

    Putar musik lembut atau suara latar untuk menyamarkan suara keras yang bikin anak takut. Agar suara tidak datang tiba-tiba yang bikin anak terkejut.


    5. Kelola stres 

    Bantu anak untuk mengelola stres dengan latihan pernapasan dalam, tidur cukup, dan aktivitas fisik setiap harinya. Jika membutuhkan terapi psikolog, jangan ragu untuk berkonsultasi dengannya.


    Jika penyebabnya hiperakusis, maka anak membutuhkan terapi medis berupa terapi suara, terapi perilaku kognitif, terapi pelatihan ulang tinitusatau operasi.

    Mums, itulah penyebab dan cara mengatasi anak takut suara keras. Seiring bertambahnya usia dan semakin matangnya sistem pendengarannya, maka anak takut suara keras perlahan berkurang ketakutannya. Jika kondisi tidak kunjung membaik, jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter anak guna mendapatkan diagnosa dan terapi yang tepat.


    Untuk Mums yang ingin berkonsultasi via online, Mums bisa melakukannya di aplikasi Teman Bumil dan dapatkan berbagai artikel menarik lainnya di sini. 


    Referensi : 

    Clevelandclinic. hyperacusis

    • # Telinga
    • # Tumbuh Kembang Batita
    • # TBN 1 Tahun
    • # TBN 2 Tahun
    • # TBN 3 Tahun
    • # TBN Kesehatan