Mengenal Apa itu Child Free, Sejarah, Plus Minusnya
Child free atau memilih untuk tidak memiliki anak menjadi hal yang sekarang menjadi tren, termasuk di Indonesia. Childfree adalah istilah yang mengacu pada orang dewasa atau pasangan menikah yang tidak ingin memiliki anak sendiri atau melalui adopsi, meskipun secara biologis mereka mampu memiliki anak. Berbeda dengan pasangan yang kondisi biologisnya menghalangi mereka untuk hamil dan punya anak.
Namun hal ini tidak selalu terjadi. Dalam masyarakat yang mendorong peningkatan angka kelahiran, peran sebagai ibu sering kali ditampilkan sebagai sesuatu yang alami. Sementara, wanita tanpa anak seringkali digambarkan sebagai orang yang gagal secara biologis. Bagaimana sebenarnya sejarah child free dan dampaknya pada keberlangsungan kehidupan manusia?
Sejarah singkat child free
Konsep child free berasal dari antinatalisme, sebuah gerakan sosial ekstrem yang mengutuk prokreasi manusia dan memandang manusia sebagai hama yang bertanggung jawab atas rusaknya habitat alami. Tidak hanya terbatas pada manusia, beberapa antinatalis juga menganut gagasan bahwa semua prokreasi organik salah secara moral.
Penganut gerakan child free ini menganggap tidak memiliki anak merupakan pilihan etis dan ekologis, yang dibuat untuk melindungi lingkungan, manusia, dan spesies lainnya. Menjadi bebas anak berarti menjadi “ramah lingkungan”. Akibatnya, wacana yang lebih positif seputar tidak mempunyai anak pun bermunculan.
Antinatalisme merupakan fenomena global yang menjadi tren dalam satu dekade terakhir. Terdapat peningkatan signifikan pada jumlah orang yang memilih untuk tidak memiliki anak karena berbagai alasan. Sebuah survei dari Pew Research Center menunjukkan bahwa 44% orang dewasa yang tidak mempunyai anak di Amerika cenderung mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai niat untuk menjadi orang tua.
Seorang psikolog revolusioner, Satoshi Kanazawa, menyatakan bahwa individu dengan kecerdasan tinggi lebih cenderung memilih pernikahan tanpa anak dibandingkan individu dengan kecerdasan rendah. Ada kemungkinan juga bahwa perempuan dengan pendidikan tinggi atau perempuan dengan permasalahan keuangan lebih cenderung memprioritaskan karier dan keuntungan finansial mereka dibandingkan menjadi ibu.
Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia tidak percaya pada antinatalisme, namun mereka menunjukkan rasa ingin tahu dan dukungan terhadap gerakan bebas anak. Hal ini sudah menjadi fenomena budaya yang terjadi di kalangan generasi muda dengan status sosial dan keuangan yang berbeda, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Banten, Surabaya, Jogjakarta, dll.
Plus Minus Child Free
Pilihan hidup apa pun memiliki sisi positif dan negatifnya, begitu pula memiliki anak dengan tidak memiliki anak. Mari kita periksa tiga kelebihan dan tiga kelemahan masing-masing pilihan.
Tiga keuntungan menjadi orang tua
1. Menjadi bagian masyarakat arus utama
Saat kita menjadi orang tua, artinya kita hampir selalu menjadi bagian dari arus utama. Mums dan Dads tidak akan pernah kehabisan bahan saat membicarakan keluarga dan anak dengan teman, kerabat, rekan kerja, hingga usia tua. Menjadi child free bukan berarti tidak memiliki teman, namun bersiap untuk menghabiskan waktu sendiri di usia 30-an atau 40-an karena prioritas teman-teman sebaya sekarang adalah berkumpul untuk bermain bersama anak-anak mereka.
2. Memiliki fokus selain diri sendiri
Fokus pada diri sendiri sering dianggap egois dan tidak nyaman bagi banyak orang. Dengan memiliki anak, artinya setidaknya selama 18 tahun fokus Mums akan terbagi dengan anak-anak.
3. Tidak pernah bosan.
Bagi seseorang yang kesulitan mengisi waktu, memiliki anak mungkin bisa menjadi jawabannya. Mums tidak akan punya waktu untuk merasa bosan, karena tugas mengasuh anak.
Tiga kerugian menjadi orang tua
1. Waktu dan energi yang terbatas untuk melakukan hal-hal sendiri.
Banyak orang tua yang kurang tidur, tidak punya waktu untuk berolahraga, dan mengabaikan pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Belum lagi hobi yang ingin ditekuni seperti seni, jalan-jalan, menulis, yang terpaksa ditunda hingga anak-anaknya mandiri.
2. Selalu merasa khawatir
Tidak ada yang mengatakan bahwa membesarkan anak itu mudah. Dari lahir sampai dewasa, selalu ada tantangan dan kekhawatiran. Bahkan setelah mereka bekerja, banyak di antara anak-anak yang tampaknya belum dewasa dan tidak hanya bergantung secara finansial, tetapi juga emosional pada orang tuanya.
3. Membuat keputusan hidup berdasarkan apa yang terbaik bagi orang lain, bukan berdasarkan apa yang terbaik bagi diri sendiri.
Ketika memilih menjadi orang tua, idealnya Mums menempatkan keinginan pribadi jaih di belakang keinginan anak. Ini semua baik dan bagus, tapi pasti ada yang dikorbankan seperti karir dan cita-cita sendiri.
Tiga keuntungan child free
1. Kebebasan waktu
Saat ibu yang lain sibuk mengurus anak, wanita dan pria yang memutuskan child free bisa bebas menghabiskan waktu berdua. Sebagian pasangan memilih memelihara hewan peliharaan dan bersenang-senang dengan mereka. Dengan banyaknya waktu, pasangan child free bisa meluangkan waktu untuk hobi dan menjalani aktivitas sosial.
2. Bebas berkarier
Jujur saja, mengasuh anak membutuhkan banyak waktu. Para ahli mengatakan bahwa dibutuhkan delapan jam sehari untuk membesarkan dua anak hingga usia 18 tahun. Umumnya, ada yang harus dikorbankan yaitu pekerjaan atau karir.
3. Menghemat sumber daya alam
Semakin sedikit orang, maka semakin sedikit yang harus diberi makan dan penghematan sumber daya alam.
Tiga kerugian child free:
1. Kehilangan teman
Sebagai antimainstream, perasaan “sendirian” mungkin dirasakan oleh orang yang memilih untuk child free. Saat yang lain bicara soal anak, bahkan cucu, topik ini tentu tidak relate.
2. Kehilangan apa yang dianggap oleh banyak orang sebagai peran penting dalam hidup.
Bagi penganut keluarga dengan anak, kehadiran anak adalah bagian penting dalam hidup. Karena anak, orang tua akan bekerja keras, menabung, dan membangun impian. Tanpa anak, upaya ini tidak akan sama.
3. Kesepian di hari tua.
Meskipun tinggal jauh dari orang tua, kita bisa berkomunikasi kapan saja. Maka bagi yang memilih child free, persiapan hari tua sudah harus matang dari sekarang. Misalnya, tinggal di mana, siapa yang akan mengasuh dan sebagainya.
Terlepas dari pro dan kontranya, suatu hal yang positif bahwa generasi muda saat ini mempunyai lebih banyak pilihan termasuk memilih child free. Pro dan kontra child free tidak akan pernah selesai karena pandangan hidup setiap orang berbeda, tergantung dari budaya, cara pandang dan lingkungan.
Referensi:
Theconversation. being-child-free-has-been-deemed-selfish-for-decades-the-history-of-this-misconception-explained
Psychologytoday. advantages-and-disadvantages-being-childfree
English Binus. childfree-the-rise-of-anti-natalism-in-indonesia
-
# Keluarga
-
# Pernikahan