Christovel Ramot Aruan
01 Januari 2017
freepik.com-Designed by jannoon028

Pengalaman Medical Check-Up atau Cek Kesehatan

Walau proses cek kesehatan atau medical check-up itu tergolong mudah dan sebentar, namun siapa sangka bahwa hal ini cukup membuat panik. Apalagi jika dilakukan sebagai persyaratan untuk masuk ke sebuah perusahaan.

Medical Check-Up Untuk Mendaftar Sebagai Karyawan Baru

Semua bermula ketika beberapa minggu lalu saya dinyatakan lulus hingga tahap akhir seleksi saringan masuk karyawan di perusahaan baru. Sebagai tahap selanjutnya, saya diwajibkan mengikuti cek kesehatan di sebuah klinik yang telah ditunjuk. Jujur saja, terakhir kali melakukan hal tersebut saat usia remaja dan itu pun saya lupa untuk apa. Menjalani medical check-up sebenarnya hal yang biasa, namun buat saya yang sudah lama memeriksakan diri, tentu jadi kepanikan tersendiri. Saya kerap dapat cerita bahwa pernah ada seseorang yang melakukan hal tersebut dan ternyata memiliki bibit kanker. Memang ada baiknya mengetahui bibit penyakit sedini mungkin agar bisa diobati atau proses penyembuhan bisa jadi lebih optimal. Nah cerita membuat saya panik. Sempat juga berkonsultasi kepada ibu saya yang seorang perawat, dan dia hanya berpesan agar saya tidak terlalu ambil panik. Ibu yakin saya baik-baik saja. Memang setelah saya rutin melakukan olahraga, ibu saya, sebagai ‘dokter’ pribadi keluarga, sudah jarang memeriksa tekanan darah dan jantung serta kadar gula di tubuh saya, karena terakhir diperiksa semakin normal dan sehat. Namun tetap saja karena tujuan medical check-up tersebut adalah menentukan diterima tidaknya saya di perusahaan tersebut, hal tersebut membuat rasa tertekan dan panik, lho. Ada beberapa pesan dari ibu saya mengenai hal-hal yang setidaknya dilakukan untuk menjaga kondisi tubuh untuk terasa tetap stabil, sehat dan fit.

Pertama,

Tubuh harus menerima gizi yang cukup. Yang kerap ditekankan adalah kolesterol, makanya saya dianjurkan untuk mengonsumsi makanan seadanya, minum vitamin dan susu. Yang paling penting adalah tidak mengonsumsi makanan cepat saji secara berlebihan.

Kedua,

Terpenuhinya kebutuhan akan cairan. Saya sendiri memang mengonsumsi 4-5 liter air putih. Mengapa? Tentunya agar beberapa zat racun atau kelebihan zat lain dalam tubuh dapat perlahan terbuang bersama urine maupun keringat. Apalagi kondisi badan saya yang kerap berkeringat banyak saat dan setelah berolahraga pagi, sangat penting sekali menjaga hidrasi tubuh.

Ketiga,

Seimbangkan olahraga dan istirahat, tentu ini hal yang hampir setiap hari saya lakukan. Berolahraga menjaga metabolisme tubuh terutama kerja jantung, dan istirahat membantu tubuh untuk recovery dari kelelahan. Selain menjalani ketiga hal tersebut, saya menyempatkan cek kenormalan pacu jantung di sebuah mesin treadmill di fitness center langganan. Mesin treadmill tersebut memiliki mode ‘FIT TEST’ di mana pengguna bisa mengetahui pacu jantung yang sedang terjadi setelah dilatih akan tergolongkan menjadi Average – Bellow – Above. Setelah memasukkan pengukuran tubuh (berat, usia jenis kelamin dan kecepatan berlari), mesin pun akan bekerja selama 5 menit. Satu menit pertama, kaki saya dikondisikan berlari dengan kecepatan 7.3 km per jam dengan kemiringan 0 derajat. Setelah itu 4 menit terakhir dengan kecepatan yang sama namun dengan kemiringan 5 derajat. Kira-kira 30 detik terakhir, mesin akan meminta tangan untuk menggenggam alat penghitung denyut jantung. Setelah itu, akan terlihat pada layar mesin mengenai hasil denyut tersebut. Dan puji Tuhan denyut jantung saya selalu tergolong normal. Dengan hasil tersebut tentu saya merasa lumayan santai menjalani cek kesehatan.

Proses Medical Check-up

Proses ini berlangsung di hari Sabtu, di sebuah klinik di daerah Fatmawati, Jakarta. Terbagi dalam 7 proses dalam 4 ruangan. Ruangan pertama, saya diambil darahnya, untuk mengetahui tubuh bebas dari HIV. Saya lumayan takut melihat jarum suntik, namun suster yang menyuntik sempat meminta saya menarik napas dalam. Selanjutnya adalah pemeriksaan urine, dilakukan di sebuah toilet tentunya, dengan mengisi sebuah wadah dengan urine ‘kedua’. Maksudnya adalah urine yang dimasukkan ke dalam wadah adalah urine yang dikeluarkan kedua setelah sebelumnya tubuh mengeluarkan urine sebagian. Proses pun berlangsung di ruang ketiga, saya menjalani cek mata untuk mengetahui gangguan refraksi, dan masih di ruangan yang sama, dilakukan foto paru-paru (bagian dalam tubuh bagian dada). Menjalani 4 proses pertama tentu cukup lega, namun proses masih berlangsung. Kemudian masuk ke ruang ke-4, nah di ruang ini 3 proses terakhir dilakukan. Pertama adalah cek buta warna dengan menyebutkan beberapa bilangan dalam banyak gambar yang tersamarkan dengan warna. Dilanjutnya mengukur berat dan tinggi badan. Dan proses terakhir adalah mengukur tensi darah dan denyut jantung. Well, selama 3 jam melakukan hal tersebut tentunya yang ingin diketahui adalah “Apakah saya sehat secara jasmani?” Jawabannya hanya ada 2, pertama jika saya diterima di perusahaan tersebut maka saya dinyatakan sehat. Jika tidak, ini yang membuat panik, berarti ada yang salah dalam tubuh saya.

Hasil Medical Check-up

Selang 3 hari, saya sempat menelepon klinik tempat melakukan medical check-up, walau sebenarnya hasilnya tidak akan diberitahu. Namun saya cukup gigih untuk bertanya apakah hasilnya sudah dikirimkan ke calon perusahaan yang baru atau belum. Seminggu lebih sudah berlalu, dan belum juga ada kabar, dan saya mulai panik dan berpikir jangan-jangan ada yang ‘salah’ di tubuh yang saya kira sehat bugar ini. Di hari ke-8, ternyata saya mendapatkan e-mail yang hasilnya saya lulus tahap akhir, dan diminta untuk secepatnya bergabung. Well, dua kesenangan terjadi, pertama berarti badan saya tergolong sehat dan kedua kemungkinan saya akan pindah ke perusahaan baru untuk berkarya lebih baik lagi. Senangnya! Nah itu tadi sedikit cerita mengenai pengalaman saya melakukan medical check-up. Yuk, bagi pengalaman sehat Anda! Salam #GueSehat!

  • # Terbaru
  • # Informasi
  • # Komunitas
  • # Medical Check-up