GueSehat
16 Desember 2018
google image

Jangan Terlambat Deteksi Kanker Usus Besar

Bicara tentang kanker, tidak ada yang tidak menakutkan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Kanker pada orang dewasa tidak lagi identik dengan usia tua. Kini, kanker semakin sering ditemukan pada usia muda, bahkan sangat muda. Pergeseran usia penderita kanker ini nampak nyata pada kejadian kanker usus besar.

 

Dokter Eko Priatno, spesialis bedah digestif atau bedah saluran pencernaan dari Bethsaida Hospital menjelaskan, saat ini kanker usus besar menempati urutan ke-3 terbesar sebagai penyakit yang paling sering terjadi. Tidak hanya angka penderita yang meningkat, melainkan juga terjadi pergeseran usia pasien ke usia yang lebih muda, bahkan di usia remaja. 

 

Baca juga: Sering Diare atau Konstipasi? Bisa Jadi Sindroma Iritasi Usus Besar

 

Data Globocan menunjukkan, hampir 1,4 juta kasus baru didiagnosis di tahun 2012. Di Indonesia, insiden penyakit ini mencapai 12,8 per 100.000 orang dewasa, dengan tingkat kematian 9,596%. Kanker usus besar lebih sering ditemukan pada pria.

 

Untuk mengenal lebih dalam penyebab kanker usus besar dan terapinya, berikut penjelasan dr. Eko selengkapnya.

 

Berawal dari Polip

Geng sehat pernah melihat polip tumbuh di hidung? Nah, kira-kira seperti itulah awal mula perkembangan kanker usus besar. “Polip ini adalah semacam kutil yang tumbuh di usus besar. Awalnya dia adalah pertumbuhan yang jinak tetapi jika dibiarkan atau tidak diambil maka akan berubah sifat menjadi ganas,” jelas dr. Eko.

 

Sayangnya tanpa pemeriksaan kesehatan, yakni dengan meneropong kondisi usus besar atau kolonoskopi, polip ini tidak akan terdeteksi. Hal ini karena polip umumnya tidak menimbulkan gejala apapun. Itulah sebabnya kebanyakan kasus kanker usus besar terdeteksi di stadium akhir.

 

Sama seperti kanker pada umumnya, kanker usus besar juga mengenal stadium penyakit, yaitu stadium 1 yang masih bersifat lokal, hingga stadium 4 ketika sel kanker sudah menembus dinding usus besar bahkan menyebar ke organ lain.

 

Baca juga: Kanker Kolorektal, Salah Satu Penyebab Kematian Tertinggi

 

Ketika terdiagnosis, umumnya pasien sudah mengeluhkan gejala berupa perubahan pola buang air besar, misalnya buang air besar berdarah, bentuk feses kecil-kecil, rasa tidak tuntas ketika buang air besar, atau nyeri di anus jika lokasi kankernya dekat dengan lubang anus. Gejala lainnya adalah sama sekali tidak bisa BAB karena kanker sudah menyumbat usus, kembung, tidak bisa kentut, dan berat badan turun drastis tanpa sebab.

 

“Sangat tidak diharapkan penyakit ini ditemukan di stadium 4 ketika semua gejala itu sudah ada, karena artinya sudah terlambat,” jelas dr. Eko dalam acara edukasi kepada media di Bethsaida Hospital, kawasan Serpong, Tengarang pada 6 Desember 2018.

 

 

Siapa yang Berisiko Mengidap Kanker Usus Besar?

Kanker sebenarnya penyakit yang sampai saat ini tidak diketahui penyebabnya, termasuk kanker usus besar. Meski begitu, faktor gaya hidup dianggap ikut berperan. Misalnya orang yang diet tinggi lemak dan kurang serat, merokok, serta ada riwayat kanker jenis apapun di keluarga.

 

“Penderita polip dan radang usus menahun, yang juga menjalani gaya hidup sering mengonsumsi daging merah atau makanan tinggi lemak dan rendah serat, serta mengalami kegemukan harus waspada. Sudah ada penelitian bahwa konsumsi daging merah berlebihan berkaitan dengan kanker usus besar,” jelas dr.Eko.

 

Baca juga: Kanker yang Paling Sering Dialami Pria dan Wanita di Indonesia


Bisa Dioperasi Tanpa Bedah

Meskipun menyeramkan, sebenarnya kanker usus besar termasuk jenis kanker yang masih bisa disembuhkan dengan metode operasi pengangkatan sel-sel kanker. Pembedahan, kata dr. Eko, adalah terapi utama kanker usus besar yang bertujuan untuk menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup. Namun, tentu saja peluang kesembuhan tinggi jika operasi dilakukan di stadium awal.

 

Kanker stadium dini bisa dioperasi tanpa pembedahan, yakni dengan teknologi keyhole surgery atau operasi lubang kunci. “Operasi ini tidak mengggunakan sayatan besar sehingga memiliki keunggulan, antara lain nyeri lebih ringan dan tidak membutuhkan perawatan lama di rumah sakit.” jelas dr. Eko.

 

Teknik operasinya mirip dengan mengintip ke lubang kunci. Dokter hanya akan membuat 3-4 lubang berdiameter 5-10 cm untuk menjangkau usus besar, menggunakan alat yang fleksibel dan dilengkapi dengan kamera yang disebut laparaskopi.



Dengan panduan komputer, dokter dan tim akan memasukkan laparaskopi ke rongga perut untuk mengambil sel kanker beserta jaringan usus seperlunya, kemudian dikeluarkan melalui lubang yang sama. Itulah sebabnya teknik ini hanya terbatas pada kasus ketika ukuran sel kanker belum terlalu besar dan belum menyumbat usus besar.

 

Baca juga: Usus Buntu Harus Dioperasi?



Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Rutin

Dokter Eko menekankan pentingnya deteksi dini untuk mencegah kanker usus ditemukan dalam stadium lanjut. Bahkan untuk pasien yang sudah menjalani operasi kanker usus besar pun, harus rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mendeteksi kemungkinan kambuh.

 

Skrining atau deteksi dini kanker usus besar sebaiknya dimulai di usia 50 tahun pada orang yang sehat, atau usia 40 tahun jika ada riwayat kanker di keluarga. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan darah samar setiap tahun, dikombinasikan dengan sigmoidoskopi setiap 5 tahun sekali atau kolonoskopi setiap 10 tahun sekali.

 

Selain pemeriksaan kesehatan rutin, risiko kanker usus besar bisa diturunkan dengan menjalani gaya hidup sehat, antara lain diet sayur dan buah-buahan yang tinggi serat, rajin berolahraga, serta tidak merokok. (AY/AS)

 

 

  • # Kanker
  • # Pencernaan
  • # kanker usus besar
  • # Bedah Digestif
  • # Bedah Saluran Pencernaan
  • # Kanker usus besar dan rektum / Kolorektal