Jalani Terapi Kanker Saat Hamil Seperti Mpok Alpa, Apa Saja Risikonya?
Kabar duka datang dari dunia hiburan. Mpok Alpa (38 tahun), yang dikenal sebagai komedian dan presenter meninggal dunia pada Jumat (15/8). Dikabarkan ibu dari sepasang bayi kembar laki-laki berusia 10 bulan ini meninggal dunia setelah berjuang melawan kanker.
Menurut keterangan dari sahabatnya Irfan Hakim, wanita yang terlahir dengan nama Nina Carolina ini sempat menjalani kemoterapi di tengah kehamilannya. Mungkin Mums bertanya-tanya mungkinkan terapi kanker diberikan saat seorang wanita sedang hamil? Bagaimana dampak terapi kanker pada ibu dan janinnya?
Berikut penjelasan dari DR. dr. Andhika Rahman SpPD-KHOM, seorang dokter penyakit dalam konsultan hematologi onkologi atau ahli kanker, dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Kondisi yang rumit
Menurut dr. Andhika, kanker saat hamil adalah keadaan yang “rumit” dan memerlukan perhatian khusus. Seperti kita semua tahu, kehamilan mengubah banyak hal di tubuh wanita, termasuk kadar hormon, metabolisme, dan daya tahan tubuh.
“Perubahan tersebut pada beberapa jenis kanker, dapat memengaruhi laju pertumbuhan sel kanker. Sebaliknya, adanya kanker juga membatasi pilihan pengobatan yang aman untuk janin,” jelasnya.
Bagaimanapun terapi kanker memiliki prinsip semakin cepat diberikan semakin meningkatkan peluang untuk terbebas dari kanker. Mengingat, kanker adalah salah satu penyakit yang dapat menyebar ke organ lain dengan cepat atau bermetastasis.
Misalnya, kanker payudara pada wanita, dapat menyebar ke hari, otak, dan tulang, jika terlambat dilakukan pengobatan sejak terdeteksi, atau terlambat terdeteksi.
Menurut dr. Andhika, pada kasus ibu hamil, kapan kanker terdeteksi akan sangat menentukan pilihan pengobatannya. Terapi untuk kanker biasanya terdiri dari pembedahan (untuk kanker padat), kemoterapi, dan radiasi.
Berikut pilihan terapi kanker pada kehamilan, sesuai usia kehamilan saat kanker terdeteksi:
1. Trimester awal
Dijelaskan dr. Andhika, jika kanker ditemukan pada trimester awal, pilihan terapi menjadi sangat terbatas. “Kemoterapi pada fase ini berisiko tinggi menyebabkan gangguan perkembangan janin. Radiasi, apalagi yang melibatkan area perut, hampir selalu dihindari,” ungkap dr. Andhika.
2. Pada trimester kedua dan ketiga
Beberapa obat kemoterapi dapat diberikan dengan lebih aman, meski tetap membutuhkan pemantauan ketat. Pembedahan, bila diperlukan, biasanya bisa dilakukan di hampir semua fase kehamilan dengan pengawasan ahli.
Risiko bagi ibu dan bayi
Lebih lanjut dr. Andhika menjelaskan, ibu hamil yang menderia kanker yang sensitif terhadap hormon—seperti sebagian kanker payudara—kanker dapat berkembang lebih cepat selama kehamilan karena lonjakan hormon estrogen dan progesteron.
Selain itu, sebagian pengobatan mungkin harus ditunda, yang berarti penyakit bisa berkembang lebih jauh sebelum terapi optimal dimulai.
“Bagi bayi, risiko terbesar adalah kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah, terutama jika persalinan harus dipercepat demi memulai pengobatan ibu. Efek langsung obat kanker pada janin bergantung pada jenis obat dan usia kehamilan saat terapi diberikan,” jelas dr. Andhika.
Peran tim medis dan keluarga
Situasi seperti ini, lanjut dr. Andhika, membutuhkan pendekatan tim medis multidisiplin, mulai dari dokter kebidanan onkologi , dokter hematologi onkologi, dokter anak, ahli gizi, hingga psikolog.
“Setiap keputusan, mulai dari jenis pengobatan hingga waktu persalinan, harus mempertimbangkan keselamatan ibu dan bayi. Dukungan keluarga juga menjadi hal penting, karena beban fisik dan mental yang ditanggung ibu jauh lebih besar dibanding kehamilan biasa,” tambah dr. Andhika.
Setelah melahirkan, perjuangan ibu yang memiliki kanker belum berakhir. Beberapa ibu harus segera memulai atau melanjutkan terapi kanker yang tertunda. Kondisi tubuh pasca persalinan, ditambah tuntutan merawat bayi baru lahir, bisa menjadi tantangan berat.
Kontrol medis yang rutin sangat penting untuk memantau perkembangan penyakit dan memulai terapi secepat mungkin bila diperlukan.
-
# Kanker Payudara
-
# Kanker