Ella Nurlaila
15 Desember 2024
shutterstock

Ini yang Dirasakan Bayi dan Anak saat Orangtua Bertengkar di Depan Mereka

Mums, anak-anak dapat merasakan hal-hal yang mungkin tidak kita sadari, bahkan saat mereka masih bayi. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa bayi dapat merasakan saat ibu mereka stres. Ketika mereka sedikit lebih besar dan melihat orangtua selalu bertengkar di depan mereka, tentu ada dampak yang tidak baik.


Kemampuan anak merasakan stres ibu mereka dimulai di dalam rahim.  Sebuah penelitian tahun 2011 menunjukkan bahwa saat ibu stres dan mengelurakan hormon kortisol, hormon ini mampu masuk ke plasenta dan menciptakan tingkat stres yang lebih tinggi bagi bayi yang belum lahir. Bayi yang sering terpapar stres di dalam rahim ditemukan lahir dengan kadar kortisol yang lebih tinggi saat lahir daripada mereka yang lahir dari ibu yang tidak terlalu stres.


Chad Radniecki, seorang psikolog anak di Allina Health, menjelaskan, sistem saraf berkembang bahkan sebelum bayi lahir dan dipengaruhi oleh adanya stres. Jadi hati-hati menunjukkan emosi negatif di depan anak, ya Mums.

Baca juga: Bertengkar Via Chat dengan Pasangan, Perselisihan Bisa Makin Panjang!



Bayi juga bisa stres jika ibunya stres


Sebuah studi tahun 2010 memperlihatkan bahwa pada usia 6 bulan, bayi juga akan menunjukkan reaksi stres yang terlihat dari ekspresi wajah yang cemberut atau marah. Dan bayi yang terpapar konflik orang tuanya dapat mengalami peningkatan detak jantung, yang juga memicu respons hormon stres.


Memang benar, bayi di dalam kandungan tidak akan terpengaruh kata-kata saat orang tuanya bertengkar. Tetapi jangan salah, mereka terpengaruh oleh nada, volume, dan respons marah dan menyebabkan stres bayi.


Bayi dilahirkan dengan naluri mencari keamanan dan membangun kepercayaan bahwa kebutuhan mereka akan terpenuhi. "Teriakan atau tindakan agresif dirasakan oleh bayi sebagai sesuatu yang tidak aman, dan mereka melepaskan hormon stres, sehingga membuat mereka terdampak emosi negatif.


Apakah bayi yang stres memiliki efek jangka panjang? Menurut ahli, tergantung dari hal berikut:

- Tingkat keparahan pertengkaran

- Frekuensi pertengkaran

- Temperamen bayi


Dampak bertengkar di depan anak, pada bayi sampai remaja


Ketika bayi sudah dilahirkan ke dunia, paparan mereka akan pertengkaran akan semain tajam. Jika mereka melihat orang tua menangis dan kesal, mereka cenderung mulai menangis. Sebaliknya, jika bayi diberikan dukungan dan rasa aman dengan cara dibacakan cerita, dinyanyikan, digendong, dipeluk, dan diajak bermain, maka rasa aman tersebut kemungkinan akan kembali dalam hitungan menit.


Namun, jika perasaan aman tersebut tidak diciptakan segera, dampaknya bisa lebih lama. Jika ada perasaan bahaya yang terus-menerus atau berulang pada bayi dan anak, maka respons stres mungkin akan meningkat hampir sepanjang waktu.


1. Gangguan bahasa

Seiring berjalannya waktu, stres yang meningkat pada bayi dapat menyebabkan kecemasan akan perpisahan, sifat rewel, dan masalah tidur. Namun, ada efek yang lebih nyata dari konflik yang terus-menerus terjadi di hadapan mereka adalah gangguan dalam perkembangan bahasa.


Mereka meniru gaya bahasa dan komunikasi orang dewasa di sekitar mereka. Hal ini dapat mencakup pemilihan kata, nada, dan volume. Balita akan menunjukkan bagaimana mereka mereka berbicara kepada orang lain saat marah.


2. Gangguan perilaku

Balita yang selalu melihat orangtuanya bertengkat akan sering mengamuk, kesulitan berteman, atau, kesulitan mengungkapkan perasaan dengan cara yang tenang.


Nantinya, anak-anak mungkin menunjukkan kesulitan berkonsentrasi, merasa cemas, atau mengalami masalah perilaku.


Misalnya, sebuah studi tahun 2012 terhadap anak-anak TK menemukan bahwa anak-anak yang orang tuanya sering bertengkar atau bertengkar lebih mungkin mengalami depresi, kecemasan, dan masalah perilaku saat mereka duduk di kelas tujuh.


Studi lain, dari tahun 2015, menemukan bahwa terlalu banyak perselisihan keluarga sebenarnya dapat mulai mengubah otak anak-anak dan membuat mereka memproses emosi mereka secara berbeda. Hal ini menyebabkan mereka menghadapi lebih banyak tantangan sosial di kemudian hari.


3. Sulit bersosialisasi dan menjalin hubungan

Remaja akan meniru apa yang mereka lihat dari orang tua mereka dalam hubungan dengan teman sebaya. Mereka akan belajar cara berkomunikasi atau menyelesaikan masalah dengan berdebat. Di masa dewasa, hal ini juga dapat memengaruhi hubungan percintaan mereka. 


Mencegah dampak buruk yang berkepanjangan


Pertama-tama, ketahuilah bahwa satu pertengkaran dengan pasangan tidak akan merusak anak begitu saja. Anak-anak adalah makhluk yang sangat tangguh, dan kita tidak boleh terlalu menekan diri kita sendiri sebagai orang tua untuk menjadi sempurna. Bertengkar sesekali atau meninggikan suara umumnya sesekali tidak akan berbahaya.


Bahkan perselisihan dalam rumah tangga dapat menjadi kesempatan belajar bagi anak-anak, mengajarkan mereka penyelesaian konflik yang sehat.


Masalah serius umumnya cenderung muncul hanya untuk anak-anak yang menjadi sasaran pertengkaran dari konflik kronis dan intens. Salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan sebagai orang tua adalah memehami cara berdebat dan berkonflik dengan cara yang sehat.


1. Berlatih menggunakan pernyataan “saya” dalam sebuah argumen.

Misalnya, katakan “Saya merasa sakit hati” atau “Saya kesal” alih-alih menuduh pasangan melakukan kecurangan. Hal ini dapat mencegah argumen berubah menjadi saling mencaci.


2. Belajar mengelola kemarahan

Ajari anak-anak untuk memiliki keberanian untuk mengatakan apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi dengan cara yang sehat. Mums dapat membiasakan dialog yang sehat dan penetapan batasan yang tepat.


Jika pertengkaran mulai memanas, istirahatlah dan sepakati untuk melanjutkan pembicaraan saat Mums dan Dads sudah tenang.


3. Biarkan anak melihat orangtua menyelesaikan masalah

Komponen terpenting dari konflik yang ‘sehat’ adalah perbaikan. Terlepas dari seberapa intensnya pertengkaran, harus selalu ada pembicaraan lanjutan saat emosi sudah mereda. Tidak ada salahnya mengakui kepada anak bahwa ada perselisihan dan ada baiknya untuk membiarkan mereka melihat orang tuanya saling meminta maaf.


4. Validasi persaan anak

Pastikan untuk memeriksa anak setelah mereka menyaksikan pertengkaran. Anak-anak mungkin percaya bahwa mereka adalah penyebab pertengkaran dan mungkin mulai melihat diri mereka sebagai ‘jahat’ atau ‘menyebabkan semua orang marah.


Tanyakan kepada mereka apa yang mereka rasakan saat pertengkaran terjadi. Validasi perasaan mereka tentang betapa sulit, menakutkan, atau membuat frustrasinya melihat Mums dan pasangan bertengkar. Pastikan mereka tahu bahwa Mums dan Dads mencintai mereka dan pastikan mereka tahu bahwa pertengkaran itu sama sekali bukan salah mereka.


5. Terapi pasangan

Jika konflik berlanjut, pertimbangkan terapi pasangan. Dan ketika benar-benar tidak berhasil, tidak apa-apa untuk mengakhiri hubungan pernikahan.  Sering kali, pasangan tetap berada dalam hubungan yang tidak sehat dan penuh pertengkaran demi ‘anak-anak’. Ini dapat lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat.


Jika Mums dan dads benar-benar berpisah, pastikan anak tahu bahwa itu bukan salahnya dan bahwa kalian berdua masih mencintainya.


Kebiasaan bertengkar di depan anak awalnya mungkin masalah sepele, namun jika diabaikan ternyata dampaknya bisa berbahaya untuk anak di masa depannya. Jika Mums membutuhkan artikel-artikel lain seputar permasalahan rumah tangga, bisa dibaca di di aplikasi Teman Bumil dan ada kesempatan konsutasi juga dengan ahli.


Referensi:

  • # Hubungan
  • # Pernikahan
  • # Hubungan sehat