Fitri Syarifah
12 Mei 2024
instagram @netflixid

Tips Memperbaiki Rumah Tangga yang Retak ala Drakor Queen of Tears

Drama Korea Queen of Tears berhasil mencuri perhatian penonton Indonesia. Tak seperti ciri khas K-drama romansa lain yang tamat dengan pernikahan, drama ini justru dimulai dengan konflik rumah tangga di tengah keluarga pengusaha kaya. Jalan cerita yang rumit antara pemain pendukungnya justru terasa begitu relate dengan kehidupan rumah tangga masa kini. Pasangan yang jarang berkomunikasi karena bekerja, pihak keluarga yang terus menekan kehadiran sang anak, hingga trauma masa kecil mewarnai drama ini. Pesan drama ini adalah memperbaiki rumah tangga yang hampir runtuh.

Tidak mudah memang memperbaiki rumah tangga yang terlanjur retak, dan di ambang kehancuran. Tapi apa yang ditunjukkan oleh Baek Hyun-Woo yang diperankan Kim Soo-Hyun, dan Hong Hae-In yang diperankan Kim Ji-Won, bisa memuaskan penonton dengan akhir bahagia. Seperti halnya kehidupan dalam drama Korea ini, mungkin banyak pasangan yang merasa relate dengan hubungan pasangan suami istri ini.

Baca juga: Studi Ungkap Manfaat Mencium Istri: Gaji Lebih Tinggi dan Panjang Umur!

Angka Perceraian di Indonesia

Memperbaiki rumah tangga dan mencari solusi setiap ada perselisihan memang tidak mudah. Buktinya di Indonesia banyak pasangan yang menyerah. Angka perceraian terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tercatat dalam enam tahun terakhir (2017-2022), angka perceraian terus mengalami kenaikan signifikan.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka perceraian mencapai 516.344 kasus pada 2022, meningkat sekitar 15,31 persen dibanding 2021 sebanyak 447.743 kasus. Mayoritas kasus perceraian diajukan oleh pihak istri. Sedangkan sisanya sebanyak 127.986 kasus atau 24,78 persen perceraian terjadi karena cerai talak, yaitu perkara yang permohonan cerainya diajukan oleh pihak suami. (BPS, 2022)

Statistik yang menyedihkan ini dianggap sebagai fakta kehidupan. Bahkan ada yang berspekulasi bahwa kehidupan pasangan suami istri yang sudah menikah selama lebih dari tiga tahun berada di ambang krisis. Pernikahan kini diasosiasikan dengan sebuah perpisahan, bukannya menyelamatkan hubungan yang dapat diperbaiki.     

Dilema Pasangan Bercerai

Psikolog Klinis Bruce Derman Ph.D mengatakan, pasangan yang menghadapi kemungkinan perceraian menghadapi salah satu dari tiga dilema:

 

  1. Saya ingin bercerai, namun saya tidak yakin apakah itu keputusan yang tepat.

Kebanyakan pasangan mengalami kegalauan ini. Perceraian pasti akan berdampak pada kehidupan anak-anak, gaya hidup, ekonomi, aset dan sebagainya. Tekanan untuk membuat keputusan yang “benar” sangatlah besar. Sayangnya, tidak ada jaminan. Jadi, jangan terburu-buru, tapi uat keputusan yang tidak berdasarkan emosi, atau didorong oleh ego.

 

  1. Saya tidak ingin bercerai, namun pasangan saya menginginkannya. Jika hanya salah satu yang menginginkan perceraian, agak sulit memperbaiki rumah tangga yang mulai retak. Coba gali kembali mengapa pasangan ngotot bercerai dan tawarkan untuk bicara mendalam, jika perlu libatkan ahli.

 

  1. Saya hanya ingin perceraian ini karena pernikahan saya tidak berhasil. Jika ini yang terjadi, artinya kedua belah pihak memang sepakat berpisah dan tidak ingin memperbaiki rumah tangga berdua lagi. Maka sebaiknya jangan melihat pasangan sebagai sosok yang harus disalahkan atas hancurnya pernikahan agar proses perceraian selanjutnya tidak penuh ketegangan dan konflik, serta saling menyalahkan.

 

Baca juga: Berkaca pada Kasus Ria Ricis, Coba Tips Ini Jika Merasa Tak Cocok dengan Mertua

Cara Memperbaiki Rumah Tangga yang Retak

Beberapa orang mungkin percaya bahwa cara ampuh memperbaiki rumah tangga yang berada di ujung tanduk adalah mengetahui latar belakang pasangan, memahaminya, dan syukur bisa membuat hubungan kembali romantis. Namun di dunia nyata, pasangan yang telah menikah harus mengatasi rintangan bersama yang mungkin sulit.

Untuk memperbaiki rumah tangga yang oleh dan menyelamatkan pernikahan, Bruce menyarankan agar masing-masing menanyakan 8 pertanyaan pada pasangan, sebelum memilih jalan berpisah yaitu:

  1. Apakah Kamu masih mempunyai perasaan terhadap saya?

  • Apakah kamu tidak ingin lagi mempertahankan pernikahan ini?

  • Apakah kamu benar-benar siap bercerai atau hanya sekadar mengancam?

    1. Apakah ini keputusan yang tulus berdasarkan kesadaran diri atau keputusan yang reaktif secara emosional?

  • Apa niat kamu ingin bercerai?

  • Apakah kita sudah berusaha menyelesaikan konflik internal?

  • Bisakah kita mengatasi akibat tidak menyenangkan dari perceraian ini?

  • Apakah kamu bersedia mengubah apa yang kurang baik dan lebih bertanggung jawab dan dewasa?

  • Mengapa pertanyaan ini penting terutama di pertanyaan nomer 3, karena perceraian sering kali menjadi ancaman, khususnya dalam perdebatan yang memanas karena alasan-alasan marah dan frustrasi, atau keinginan mengendalikan pasangan.

    Sejumlah pertanyaan ini diajukan untuk menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pasangan. Apapun keputusannya tentu akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. 

    Menurut Bruce, orang-orang yang mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu menjawab semua 8 pertanyaan ini lebih mungkin bisa memperbaiki rumah tangganya, atau kalaupun akhirnya berpisah, namun menjadi perceraian kolaboratif. Tentunya masing-masing orang punya cara berbeda dalam memperbaki rumah tangganya yang goyah. Berkonsuktasi dengan ahli sangat disarankan bila dianggap tidak ada yang bisa mengalah, atau melibatkan orang lain atau keluarga justru membuat masalah semakin runyam.

     

    Referensi:

    • # Hubungan
    • # ibu rumah tangga
    • # Pernikahan