GueSehat
21 Januari 2018
Unsplash.com

Ternyata Satu Piring Makanan Ikut Menyebabkan Pemanasan Global!

Kamu tentu sudah pernah mendengar apa itu pemanasan global. Pemanasan global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. 

 

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0,18 - 0,74°C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)  menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20, kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.

 

Aktivitas manusia apa saja yang bisa menyebabkan peningkatan gas-gas rumah kaca? Penggundulan hutan, pengunaan listrik, bahan bakar fosil, hingga pertumbuhan penduduk dinilai menyebabkan pemanasan global. Namun tahukah Kamu bahwa ternyata sepiring makanan pun bisa menyebabkan bumi semakin panas? 

 

Daging Sapi Penyumbang Tertinggi

Apakah Kamu suka mengonsumsi daging sapi ? Walaupun rasa daging sapi memang enak, tapi tahukah Kamu bahwa daging sapi ternyata memberikan pengaruh besar pada pemanasan global?

 

Dilansir dari sciencenewsforstudents.org, bahwa satu piring makanan yang Kamu makan, berkontribusi pada pemanasan global. Setiap makanan yang dikonsumsi berasal dari rantai produksi yang dapat mengeluarkan emisi karbon. Salah satu yang paling besar pengaruhnya dalam pemanasan global adalah konsumsi daging sapi.

 

Rantai jejak karbon makanan juga berasal dari pertanian, perkebunan, transportasi distribusi, pengolahan makanan, dan peternakan. Setiap rantai produksi makanan menyumbangkan jejak karbon atau melepaskan emisi gas rumah kaca, sehingga berkontribusi pada pemanasan global. Makanan yang kita makan menyumbang setidaknya sepertiga jejak karbon global.

Baca juga: Mari Jaga Kebersihan dan Kelestarian Lingkungan!

 

Sebuah penelitian yang dipublikasikan Journal of Cleaner Production, menyebutkan peringkat makanan berdasarkan tingkat gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pertanian hingga ke piring yang disajikan setiap orang. Hasilnya, peternakan yang dibuat untuk produksi daging sapi memproduksi emisi gas rumah kaca lebih tinggi daripada pertanian tradisional. Misalnya untuk memproduksi 50 kg bawang hanya membutuhkan satu kilogram gas rumah kaca, namun untuk memproduksi 44 g daging sapi untuk satu kilogram gas kaca.

 

Tidak hanya itu saja, aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan lahan, seperti produksi pertainan dan peternakan, pengolahan hutan, urbanisasi dan pembangunan infrastruktur daerah juga memengaruhi perubahan iklim dunia. Menurut perkiraan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kegiatan ini telah menyumbang pemanasan global sebanyak 24% dari emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.

 Baca juga: Hati-Hati, Terlalu Banyak Konsumsi Daging Merah Bisa Bahayakan Ginjal

 

Makanan Memengaruhi Pemanasan Global

Penelitian yang dilakukan oleh Stephen Clune, seorang dosen jurusan Sustainable Design dari Lancaster University dan Karli Verghese, menemukan adanya jejak karbon dalam makanan. Mereka mengumpulkan 369 riset tentang siklus produksi dari 168 varietas makanan segar, termasuk sayuran, buah, padi-padian, kacang-kacangan, produk pertanian, dan daging.

Dari 168 varietas itu disusun manakah yang paling banyak menghasilkan gas rumah kaca dalam proses produksinya. Proses produksi meliputi pra penanaman, perawatan tanaman, proses panen, hingga distribusi produk padi. Untuk daging sapi dan domba, sumber emisi utama hewan tersebut adalah metan. Metan merupakan gas hasil fermentasi bakteri yang mengubah makanan menjadi energi dalam perut hewan mereka. Metan sangat berpengaruh dalam emisi gas rumah kaca. Saat hewan tersebut dipotong atau disembelih, proses pemotongan tersebut menghasilkan emisi karbon dari konsumsi energi yang digunakan.

 

Selain itu, penelitian juga dilanjutkan hingga pengolahan produk pertanian atau peternakan, pengalengan produk makanan, pendinginan, dan proses masak. Bukan hanya cara memasak daging yang dapat meningkatkan pemanasan global, tapi limbah dari makanan manusia juga turut menyumbang gas emisi gas rumah kaca. Limbah bekas makan juga terbuang secara sia-sia senilai 940 milliar dollar AS.

 

Masyarakat perlu sadar bahwa makanan yang dikonsumsi, memiliki kontribusi penting dalam produksi gas rumah kaca yang akan memerngaruhi pemanasan global. Hal ini bukan hanya berlaku di Amerika Serikat, melainkan di Indonesia juga. Sebagai negara yang memiliki ragam kuliner, Indonesia tentu menyumbang jejak karbon yang tidak sedikit.

 

Dengan memanfaatkan segala yang disediakan alam dan mengurangi semaksimal mungkin produk sintetis, bisa membuat lingkungan lebih bersih dan sehat. Rita Mustikasari dari Komunitas Martani Pangan Sehat mengatakan bahwa menanam produk organik bisa dilakukan. Komunitasnya juga memaksimalkan limbah makanan untuk pupuk sehingga dapat digunakan kembali oleh alam.

 

Salah satu usaha untuk menekan sampah makanan dan sampah non organik adalah dengan mengganti olahan yang sulit didaur ulang dengan bahan-bahan yang lebih alami, misalnya membungkus tempe dengan daun pisang. Walaupun di beberapa tempat masih sering ditemukan, namun di perkotaan lebih sering ditemukan tempe yang menggunakan plastik sebagai wadahnya.

 

 

Meningkatnya pemanasan global yang diakibatkan oleh produksi makanan dan limbah makanan, membuat masyarakat baik di Indonesia maupun dunia mulai beralih ke makanan yang lebih sehat. Pemanasan global dapat diperlambat dengan cara memabatasi makan daging sapi dan domba. Selain itu, masyarakat juga bisa mulai menanam tanaman organik di rumah kaca maupun di halaman rumah. (AD/OCH)

  • # Bertahan Hidup Di Alam
  • # Jaga kesehatan