GueSehat
26 Februari 2019
pexels

Kekurangan Omega-3 akan Menurunkan Kecerdasan Anak!

Sebuah penelitian yang dipublikasi di British Journal of Nutrition tahun 2016 menemukan, 8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asupan asam lemak omega-3. Salah seorang penelitinya adalah Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS., Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB.

 

Profesor Ahmad Sulaeman, dalam acara forum diskusi bersama media di Jakarta, 22 Februari 2019 lalu, memaparkan hasil penelitiannya. Penelitian ini menggunakan asupan diet yang didapat dari Riskesdas 2010. Data diambil dari pola makan puluhan ribu anak usia 4-12 tahun dari 33 provinsi. Dari berbagai jenis makanan, kemudian dilihat asupan sumber lemak yang signifikan. Sampel-sampel ini kemudian dibuat komposit, lalu diteliti kandungan asam lemaknya di laboratorium IPB dan di Belanda.

 

Setelah itu, dilakukan evaluasi asupan lemak anak Indonesia berdasarkan kandungan asam lemak yang dikumpulkan dari sampel. Ditemukan bahwa tidak ada anak yang kekurangan lemak jenuh. Namun, 80,9% anak kekurangan EPA dan DHA. EPA dan DHA adalah salah satu asam lemak esensial yang penting di masa tumbuh kembang anak. Yuk, Mums kenali dampak lebih jauh kekurangan asam lemak esensial ini, terutama terhadap kecerdasan anak!

 

Baca juga: Ibu Milenial Harus Peduli Nutrisi Buah Hati!

 

 

Apa itu Asam Lemak Omega-3?

Asam lemak adalah unsur pembentuk lemak. Ini terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dibagi lagi menjadi dua, yaitu asam lemak tak jenuh ganda atau PUFA (polyunsaturated fatty acid), dan asam lemak tak jenuh tunggal atau MUFA (monosaturated fatty acid). Nah, PUFA ini terdiri atas omega-3 dan omega-6, dan MUFA berupa omega-9.

 

Berdasarkan penelitian Prof. Ahmad dan kolega, kekurangan asupan omega-3 banyak terjadi pada anak Indonesia. “Di dalam tubuh, omega-3 (asam linolenat/ALA) diubah menjadi EPA dan DHA. Keduanya sangat penting dalam pembentukan otak janin. Adapun omega-6 (asam linoleat/LA) diubah menjadi ARA (arachidonat),” ujar Prof. Ahmad.

 

Riset menemukan, bayi prematur dan mengalami pertumbuhan yang terhambat lahir dengan kekurangan ARA dan DHA. Selain itu, defisit DHA memengaruhi penglihatan dan kerkembangan kognitif pada bayi prematur dan BBLR (berat bayi lahir rendah).

 

Profesor Ahmad menjelaskan, bahan kering otak terdiri atas 50-60% lemak. “DHA merepresentasikan 33% dari asam lemak dalam fosfolipid spesifik dari brain gray matter,” terangnya. DHA dan ARA banyak terdapat pada membran sel otak dan mata.

 

Baca juga: Peran DHA dalam Perkembangan Kognitif Bayi

 

Gejala Kekurangan Asam Lemak Esensial

Spesialis anak dari FKUI dr. Bernie Endyarni Medise, menjelaskan bahwa untuk perkembangan sel, perkembangan fungsi otak dan saraf, serta untuk produksi hormone-like substances, respons imun, dan reaksi radang, asam lemak esensial sangat diperlukan dalam jumlah yang cukup.

 

Tanda-tanda defisiensi asam lemak esensial pada anak-anak antara lain kulit dan rambut kering, kulit kasar hingga berketombe, serta mata kering. Kekurangan asam lemak esensial juga berpengaruh terhadap atensi dan perilaku. Misalnya gangguan perhatian, gangguan konsentrasi, gangguan kognitif, rewel, moody, dan mudah emosi.

 

Di masa 1.000 hari pertama kehidupan, memang tidak nampak gejala kekurangan omega-3. Namun, dr. Bernie menjelaskan, justru di masa inilah asam lemak esensial sangat dibutuhkan untuk pembentukan sinaps-sinaps otak agar bisa saling terhubung. “Makin banyak sambungan sinaps, makin tinggi tingkat kecerdasan anak. Dan ini terbentuk secara optimal dalam 1000 hari pertama kehidupan. “Ini adalah critical periode untuk bekal masa depannya,” tutur dr. Bernie.

 

Bagaimana Mencukupi Kebutuhan Asam Lemak Omega-3?

Profesor Ahmad maupun dr. Bernie menegaskan, asam lemak esensial terkandung dalam ASI. Bahkan, asupan omega-3 dari ASI sudah mendekati kebutuhan anak. Masa kritisnya justru saat penyapihan, ketika anak mulai MPASI. Disarankan selepas masa ASI eksklusif, Mums bisa menambahkan makanan yang kaya akan asam lemak esensial dalam MPASI, khususnya omega-3.

 

Sumber makanan Indonesia yang kaya akan EPA dan DHA antara lain ikan lemuru, ikan sarden, ikan lele, dan susu yang difortifikasi. Adapun tempe dan tahu kaya akan LA dan ALA, tetapi tidak mengandung EPA dan DHA. Seafood juga merupakan sumber omega-3 yang sangat baik.

 

Perlu juga diperhatikan cara pengolahan bahan makanan sumber omega-3. “Omega-3 merupakan asam lemak tak jenuh ganda, yang mudah rusak akibat pemanasan,” jelas Prof. Ahmad. Jadi, Mums kurang disarankan untuk mengolah sumber makanan tersebut dengan cara digoreng, karena melibatkan suhu pemanasan yang sangat tinggi. Lebih baik dikukus, ditumis, atau disup.

 

Jadi, sudah ada penelitiannya ya Mums tentang kekurangan omega-3 pada anak-anak Indonesia. Untuk menghindarinya, Mums sebaiknya meneruskan ASI setelah 6 bulan hingga usia 24 bulan, yang dapat membantu meningkatkan asupan omega-3 dan omega-6 secara signifikan.

 

Demi memastikan kecukupan asupan omega-3, si Kecil juga bisa diberikan produk makanan berfortifikasi atau suplementasi. Misalnya dengan susu pertumbuhan yang difortifikasi atau minyak ikan. Studi mengingatkan kita bahwa masa tumbuh kembang sangat ditentukan oleh faktor nutrisi, stimulasi, dan lingkungan, terutama di masa 1.000 hari pertama kehidupan. (AY/AS)

 

 

 

  • # Nutrisi Bayi Baru Lahir
  • # Nutrisi ASI
  • # TBN MPASI
  • # TBNBulan6
  • # Bayi & Balita