Hidrosefalus merupakan suatu kondisi dimana terjadi gangguan pembentukan (produksi berlebih), penyumbatan yang mencegah aliran normal, maupun proses penyerapan dari cairan serebrospinal (CSF) sehingga terjadi kelebihan CSF pada susunan saraf pusat.
Kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah suatu penyakit tunggal, melainkan hasil akhir dari proses patologis yang luas, baik secara kongenital (bawaan lahir) maupun akibat dari kondisi yang didapat.
Gejala klinis, perubahan, dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia pasien saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai, serta penyebabnya. Ada tiga jenis hidrosefalus berdasarkan gejala penyakitnya, yaitu:
1. Hidrosefalus kongenital yang merupakan kondisi hidrosefalus pada bayi sejak dilahirkan.
2. Hidrosefalus acquired yang merupakan kondisi hidrosefalus yang didapatkan karena satu atau lebih faktor penyebab dan dapat terjadi pada pasien anak maupun dewasa.
3. Hidrosefalus dengan tekanan normal yang umumnya dialami oleh lansia di atas 60 tahun.
Secara umum, tidak ada pencegahan khusus untuk kondisi hidrosefalus. Vaksinasi meningitis dapat menjadi salah satu tindakan pencegahan untuk kasus hidrosefalus yang disebabkan adanya infeksi meningitis. Penanganan hidrosefalus tidak dapat mengembalikan kondisi otak yang mengalami kerusakan sebelum menjalani prosedur perawatan.
Jika dibiarkan terus menerus, kondisi hidrosefalus ini akan menyebakan komplikasi dan penurunan kondisi pasien. Oleh karena itu, deteksi dini serta penanganan sedini mungkin, sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah terjadinya perburukan dari kondisi tersebut.
Gejala klinis pada kondisi hidrosefalus dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, seperti:
1. Hidrosefalus kongenital: bayi dengan kondisi ini akan mengalami mual, rewel, mudah mengantuk, susah makan, serta kondisi kepala yang terlihat sangat besar dengan bagian ubun-ubun yang menggelembung dan urat kepala menjadi sangat terlihat. Hal ini karena kulit kepala bayi yang masih tipis. Selain itu mata bayi dengan kondisi hidrosefalus cenderung terlihat seperti memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan mengalami kejang.
2. Hidrosefalus acquired: pasien dengan kondisi ini akan mengalami mual, serta rasa nyeri pada kepala hingga leher yang sering terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu, pasien juga mengalami gejala lain seperti penurunan penglihatan, mengantuk, bingung, sulit menahan kemih atau menahan buang air besar, kesulitan berjalan, hingga kemungkinan koma.
3. Hidrosefalus dengan tekanan normal: gejala fisik yang dialami pada kondisi ini meliputi sulit menahan buang air kecil atau sering merasa ingin buang air kecil, dan sulit menggerakkan kaki. Kondisi ini juga mempengaruhi kemampuan berpikir seperti, penurunan kemampunan menyerap informasi, menanggapi situasi atau pertanyaan. Jika tidak segera ditangani dengan baik, maka kondisi ini dapat memicu komplikasi seperti gangguan koordinasi, gangguan penglihatan, gangguan bicara, penurunan kemampuan bicara, gangguan konsentrasi, serta epilepsi.
Penyebab umum terjadinya hidrosefalus:
1. Kelainan genetik, kelainan perkembangan bayi selama kehamilan
2. Kelahiran prematur yang atau komplikasi seperti perdarahan intraventrikular saat kelahiran prematur
3. Infeksi saat kehamilan
4. Trauma kepala yang penyebabkan penyumbatan aliran CSF
5. Perdarahan pembuluh darah otak
6. Infeksi pada bagian otak seperti meningitis
7. Tumor pada bagian otak
8. Pascaoperasi pembedahan otak
Penegakan diagnosa hidrosefalus dilakukan melalui evalusi kondisi klinis sistem saraf yang didukung dengan menggunakan teknik penggambaran kranial seperti ultrasonografi (USG), computed tomography (CT) danX-ray test, magnetic resonance imaging (MRI), atau teknik monitoring tekanan.
Pemilihan teknik tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan usia pasien, kondisi klinis pasien,serta berdasarkan ada tidaknya dugaan abnormalitas pada otak atau tulang belakang.
Pada prinsipnya pengobatan hidrosefalus dilakukan untuk mengalirkan penumpukan cairan otak melalui tindakan operasi. Hal ini dilakukan dengan:
1. Pemasangan shunt yang berupa selang fleksibel yang dipasang pada bagian dalam kepala, berfungsi sebagai sistem drainase buatan untuk mengalirkan cairan otak ke bagian tubuh lain (umumnya adalah rongga perut) dan diserap oleh pembuluh darah. Tindakan ini memerlukan pemantauan dan perawatan jangka panjang.
2.Endoscopic third ventriculostomy (ETV) : sedikit berbeda dengan pemasangan shunt, pada tindakan ETV, proses mengalirkan cairan otak dilakukan dengan membuat lubang pada bagian bawah ventrikel di otak untuk membiarkan aliran cairan mengalir.