Ana Yuliastanti
14 Februari 2025
Google

Mengenal Konsep Shokuiku, Makan Bergizi untuk Anak Sekolah di Jepang

Saat ini pemerintah Indonesia sudah menjalankan program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang merupakan inisiasi Presiden Prabowo Subianto. Program ini masih jauh dari sempurna dan banyak mendapat sorotan publik, baik dalam hal menu yang dianggap kurang bergizi, dana yang terbatas, hingga pengelolaannya.


Program MBG adalah program jangka panjang untuk mengatasi masalah kurang nutrisi pada anak-anak Indonesia. Melihat pentingnya program ini, PT Yakult Indonesia Persada ikut peduli dengan menggelar Seminar Ilmiah bertema Shokuiku – Nutrisi dan Edukasi, dengan pembicara utama Prof. Naomi Aiba, R.D., Ph.D - Peneliti di Institut Kesehatan Masyarakat Nasional (sekarang Institut Kesehatan dan Gizi Nasional), Jepang dan juga Profesor di Kanagawa Institute.


Apa itu Shokuiku, dan mengapa Jepang bisa sangat sukses meningkatkan status gizi anak dengan program ini? Yuk, kita belajar Mums!

Baca juga: Makan Siang Sehat di Sekolah Terbukti Perbaiki Gizi Anak


Konsep Shokuiku, Makan Bergizi untuk Anak Sekolah di Jepang


Makan bagi seorang anak adalah proses yang rumit dan kompleks. Prof. Aiba memaparkan, sejarah makan siang di sekolah di Jepang sudah dimulai pada 1889 atau lebih dari 136 tahun lalu! Saat itu, menunya terdiri dari nasi, ikan, dan acar sayuran.


Program makan siang anak skeolah ini sempat terhenti di masa perang. Baru dilanjutkan kembali pada 1947, di mana UNICEF memberikan bantuan berupa susu, untuk meningkatkan status gizi anak, dan pada 1949 Undang Undang makan siang sekolah disahkan dan dilembagakan di Jepang.


Berikut intisari dari konsep makan siang anak skeolah di Jepang yang bisa jadi inspirasi program MBG:


1. Budaya tetap dipertahankan

Orang Jepang makan menggunakan sumpit dan ini mulai diajarkan sejak anak-anak. Porgam Shokuiku sampai sekarang tetap mempertahankan nasi sebagai makanan pokok, beserta lauk dan sayur, sehingga siswa terbiasa memakai sumpit. Menunya pun meskipun bervariasi di mana lauk pauk dari berbagai masakan Jepang sekarang jadi fokus utama.


2. Makan siang jadi bahan pelajaran

Tahukan Mums, ada banyak sekali hal yang bisa diajarkan pada anak melalui makan. Di Jepang, makan di sekolah ini digunakan sebagai bahan pengajaran. Shokuiku sendiri berarti nutrisi dan pendidikan.


Prof. Aiba menjelaskan, “Pendidikan makan di sekolah adalah cara bagi anak untuk memperoleh pengetahuan tentang pangan dan mengembangkan sikap positif terhadap makanan. Asupan gizi tidak hanya penting untuk kesehatan anak, tapi juga untuk mengembangkan pola makan sehat dan mensyukuri makanan. Waktu makan siang dianggap sebagai kegiatan belajar yaitu 45 menit, sama seperti mata pelajaran lain. Selama 45 menit, tercakup rangkaian makan siang mulai dari persiapan, makan, serta membereskan peralatan dan sampah setelah makan.”


3. Diajarkan oleh guru sekaligus ahli gizi

Kegiatan makan di sekolah yang merupakan ajang pendidikan nutrisi dilakukan oleh guru ahli gizi, yaitu guru yang sudah memiliki lisensi guru dan lisensi gizi. Ditunjuk oleh dewan pendidikan prefektur, dan ditugaskan sesuai kebutuhan.



4. Makan harus menyenangkan

Makan bersama teman-teman bisa sangat menyenangkan dan merupakan cara yang efektif untuk mencegah anak menjadi picky eater. Menurut Prof. Aiba, “Kita makan melalui mulut, tapi dirasakan oleh panca indra, dan akhirnya oleh otak. makanan merangsang kelima panca indra kita sehingga kita akan merasa makanan itu nikmat/lezat. Kita melihat makanan, mencium aromanya, mencicipi rasanya, menikmati suara yang kelaur dari makanan, dan merasakan tekstur makanan. Setiap rasa memiliki arti.”


5. Cara mengunyah juga dipikirkan lho!

Bahkan untuk mendorong anak mengunyah dengan baik, selama sesi makan siang, beberapa sekolah memutar musik khusus, yang mengatur ritme mengunyah. Terkait hal ini, dilakukan eksperimen, dengan membagi anak ke dalam dua kelompok.

Pada satu kelompok, tidak hanya memutar msuik, gutru juga menjelaskan manfaatnya kepada siswa, dan satu kelompk lagi tidak dijelaskan. Hasilnya, pada kelompok yang dijelaskan, ritme makan mereka membaik, dan mereka mampu menghabiskan makan siang mereka. Lagu berdurasi satu menit, untuk 60 kunyah.


6. Cara menyuap dan urutan makan juga penting

Hal menarik lainnya yaitu anak didorong untuk menyuap nasi, lauk, dan sayur secara berkesinambungan, dan tidak memakannya secara terpisah-pisah. Cara ini terbukti berhasil membuat anak menghabiskan makan siang mereka.


7. Porsi makan

Porsi makan siang di sekolah dirancang sesuai kelompok usia (kelas 1 & 2, kelas 3 & 4, kelas 5 & 6). Untuk itu, aank harus menghabiskan makanannya, agar mendapatkan energi dan nutrisi yang dibutuhkannya.


Pelajaran penting untuk MBG


Dr. Drs. Nyoto Suwignyo, MM, Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional yang hadir dalam seminar ini mengatakan, banyak hal yang bisa dipelajari dari Shokuiku.


Bangsa Indonesia sudah melaksanakan program MBG, bukan pekerjaan yang gampang. Jepang saja butuh puluhan bahkan ratusan tahun memulai program ini. Yang membedakan program MBG Indonesia dengan Jepang adalah, Indonesia tidak memulai dari kelompok yang kecil, melainkan serentak langsung pada semua kelompok sasaran. Pekerjaan luar biasa yang butuh dukungan semua pihak,” jelasnya


tentunya, Badan Gizi Nasional tidak bisa bekerja sendiri, namun membutuhkan kerjasama, kekompakan antar pihak, baik swasta, media, perguruan tinggi, dan pemerintah itu sendiri untuk menyukseskan program MBG.(AY)

  • # Makanan Sehat
  • # Nutrisi
  • # Gizi Anak