Anak Pemarah? Ini Cara Ajarkan Mengendalikan Emosi
1. Ajak anak mengenali emosinya
Cara yang saya lakukan adalah dengan masuk ke dalam percakapan saat ia berhenti berbicara untuk menarik napas,”Adek lagi kesal banget ya? Di sini rasanya mau meledak, Nak?” tutur saya sambil menyentuh dadanya. Saat saya berkata begitu, biasanya ia berhenti mengomel dan mengangguk pelan-pelan.
2. Tunjukkan bahwa kita berempati
Untuk bisa menunjukkan rasa empati ini, pertama-tama pastikan posisi tubuh kita dengan si anak sama tingginya (eye level), lalu kita dapat menambahkan,”Ibu mengerti perasaan Adek; nggak enak ketika sudah capek bermain, masih harus beresin mainan lagi. Boleh Ibu bantu ya?” Berempati bukannya bersikap lembek dan mengiyakan semua permintaan anak. Perlahan-lahan, kita ingatkan kewajiban anak untuk bertanggung jawab terhadap mainannya, walau awalnya kita ikut membantu membereskan juga.
3. Tuntun dirinya untuk menyampaikan apa yang membuatnya marah
Anak marah pasti ada sebabnya. Namun, tidak semua anak paham, bahwa penting untuk memahami alasan dirinya menjadi marah. Ini kerap terjadi karena orangtua hanya fokus terhadap kemarahan si anak, bukannya membantu anak menelusuri relung dirinya. Yuk, ubah cara ini dan tuntun anak mencari tahu apa yang membuatnya marah. Dengan begitu, jalan keluarnya pun dapat bersama-sama dicari.
4. Ingatkan bahwa marah tidak membuat tujuan jadi lebih cepat tercapai
Dengan melampiaskan amarah, bukan tujuannya tercapai, justru akan membuat orang-orang di sekitarnya, termasuk dirinya sendiri, menjadi tidak nyaman. Kesal dan marah merupakan bagian dari emosi kita. Jadi, amatlah wajar apabila kita merasakan itu. Dan dengan menyadari kemarahan dalam diri, kita pun jadi mampu lebih cepat menenangkan diri, lalu merumuskan cara untuk mencapai tujuan tanpa marah-marah. Kembali lagi, pastikan kita sebagai orangtua mampu menjadi role model mereka ya. Apakah pada akhirnya si anak pemarah bisa mengendalikan emosinya? Saya percaya itu akan terwujud, karena saat ini pun sudah terlihat kemajuan yang oke pada si bungsu. Satu hal yang harus kita ingat, anak tidak serta-merta menjadi keras dan pemarah. Bisa saja ia membawa gen tersebut dari ayah, ibu, dan kakek-neneknya (he and she are the mini us!). Atau, selama ini ia mencontoh cara kita sehari-hari dalam menyikapi masalah, yakni dengan marah. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, apabila orangtua sabar dan konsisten menjalankan langkah “tenangkan diri – empati – tenangkan anak – diskusi”, maka si anak pun jadi lebih mampu mengendalikan emosinya. Ini akan terlihat pada situasi anak marah dan ia tidak mudah bereaksi keras. Atau, si anak mampu menenangkan diri kembali dengan cepat setelah amarahnya pecah. Bagi saya sendiri, tidak ada kebahagiaan yang lebih gempita di hati , selain melihat si bocah perlahan-lahan menjelma jadi little man yang matang.
-
# Terbaru
-
# Informasi
-
# Komunitas
-
# Anak pemarah