Anak Clumsy, Yuk Kenali Ciri-cirinya!
Mums, pernah dengar istilah clumsy pada anak? Clumsy jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia artinya 'lamban atau canggung'. Orang tua dan guru sering “terlewat” untuk mengenali gangguan motorik ini karena ketidaktahuan ataupun gejalanya yang sangat heterogen.
Istilah clumsy sendiri dipopulerkan oleh The American Psychiatric Association pada tahun 1975 dengan terminologi “clumsy child syndrome”, yang kemudian berkembang menjadi Developmental Coordination Disorder (DCD) atau dalam bahasa Indonesia disebut Ganggguan Perkembangan Koordinasi (GPK).
Anak disebut clumsy jika mengalami gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan bermakna koordinasi motorik serta tidak diakibatkan oleh suatu kondisi medis tertentu, seperti cerebral palsy, distrofia otot, dan retardasi mental. Anak clumsy mempunyai tingkat kepandaian (IQ) normal. Sekitar 6-13% anak usia sekolah mengalami hal ini dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki.
Dapat Mengganggu Masa Depannya
Tahukah Mums, mengapa clumsy tidak boleh diabaikan begitu saja? Studi menunjukkan jika gangguan koordinasi motorik yang dialami bisa menetap sampai anak menjelang remaja bahkan dewasa.
Pada anak usia sekolah, gangguan ini bisa mengganggu prestasi akademik dan hubungan sosial anak. Di usia remaja, masalah bisa menjadi lebih pelik karena anak clumsy cenderung memiliki masalah dengan emosi dan sosialnya.
Baca juga: Mengajarkan Benar dan Salah kepada Anak
Gerakan motorik sendiri terbagi menjadi gerakan motorik kasar dan halus. Gerakan motorik yang sesuai memerlukan fungsi yang harmonis dari panca indra, proses pengolahan informasi di otak, dan koordinasi fungsi otak, sehingga pada akhirnya memunculkan pola gerakan tertentu.
Tidak demikian halnya pada anak clumsy, yang mana proses pengolahan informasi mengalami defisit, terutama yang berkaitan dengan visual-spasial (tata ruang). Faktor genetik diduga berperan dalam kemampuan motorik anak. Gangguan juga dapat terjadi akibat trauma fisik dan psikologis, misalnya lebih sering terjadi pada anak dengan riwayat trauma lahir.
Yuk, Kenali Ciri-cirinya!
Anak clumsy sebenarnya bisa dideteksi sejak dini dan diintervensi sedini mungkin kok, Mums. Perkembangan motorik dasar pada anak clumsy bisa saja dalam batas normal berdasarkan usianya.
Mereka tidak mengalami keterlambatan, seperti duduk ataupun berjalan. Namun, keterlambatan bisa terlihat saat anak mulai berkembang sosial-adaptifnya. Anak clumsy nampak tidak seterampil anak-anak seusianya dalam hal seperti bermain sepeda, menangkap bola, memegang pensil, sampai menulis.
Baca juga: Ketika Si Kecil Bertanya Apa
Pada anak usia pra-sekolah, Mums bisa mengenali dan menduga ia mengalami GPK bila sering menabrak benda atau mudah jatuh pada saat berjalan atau berlari, cenderung berantakan dan lebih memilih menggunakan tangan pada saat makan, serta kesulitan dalam menggenggam pensil atau menggunakan gunting.
Pada usia sekolah, anak clumsy cenderung terlambat menguasai keterampilan harian yang diperlukan agar bisa hidup mandiri, seperti mengancingkan baju, menutup tutup tumbler, mengikat tali sepatu, serta melipat pakaian sendiri.
Tidak jarang, anak clumsy dilaporkan sering menjatuhkan barang yang dipegangnya. Ia mulai dikucilkan dari pergaulan karena dianggap sembrono dan tidak cepat tanggap. Lama-kelamaan, anak menjadi tidak percaya diri dan menarik diri dari pergaulan. Ia pun bisa mengalami gangguan belajar, yang berimbas terhadap prestasi akademiknya.
Apa yang Harus Dilakukan?
Tentu keputusan yang bijak adalah dengan berkonsultasi ke dokter untuk menggali lebih lanjut, sehingga dapat mendiagnosis secara tepat apakah si Kecil memang mengalami GPK. Jika ia didiagnosis GPK, banyak hal yang bisa dilakukan.
Yang pasti, tingkat keparahan gangguan koordinasi yang dialami bisa dikurangi. Penelitian terakhir menunjukkan terapi okupasi yang bersifat individu (individualized occupational therapy) dapat meningkatkan beberapa keterampilan motorik tertentu, sehingga menumbuhkan rasa percaya diri anak.
Dalam kegiatan sehari-hari, anak clumsy bisa diajak untuk lebih aktif dalam kegiatan olahraga, seperti berenang, berkuda, ataupun bermain musik. Dan, penting untuk menciptakan suasana yang mendukung di dalam keluarga agar mereka tidak merasa berbeda dari anak normal seusianya. (AS)
Baca juga: 5 Faktor Penyebab Stunting pada Balita
Referensi
1. Zwicker JG, et al. Developmental coordination disorder: a review and update. Eur J Paediatr Neurol. 2012. Vol. 16(6). p. 573-81.
2. Supartha M, et al. Clumsiness. Sari Pediatri. 2009. Vol. 11 (1). p. 26-31.
3. Hamilton S. Evaluation of Clumsiness in Children. Am Fam Physician. 2002. Vol. 66(8). p.1435-1441.
4. Dahliana J. Anak Lamban Akibat Gangguan Perkembangan Koordinasi. Diakses dari idai.or.id pada tanggal 08 Agustus 2019
-
# TBN Tumbuh Kembang
-
# Bayi & Balita
-
# TBN 4 Tahun